Ruang Sujud
Memahami Empat Mazhab: Sejarah, Tokoh, dan Perbedaan Pendekatan Fikih

Published
31 minutes agoon
By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam dunia Islam, kita sering dengar istilah “mazhab”, apalagi kalau lagi bahas soal fikih—hukum-hukum dalam Islam yang ngatur urusan ibadah sampai kehidupan sehari-hari. Tapi sebenernya, mazhab itu apa sih?
Mazhab itu kayak sekolah pemikiran.
Setiap mazhab punya cara sendiri dalam memahami Al-Qur’an dan hadis. Bukan berarti saling bertentangan, tapi lebih ke perbedaan sudut pandang. Nah, dalam Islam Sunni sendiri, ada empat mazhab utama yang dikenal luas: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
1. Mazhab Hanafi – Fleksibel dan Logis
Didirikan oleh Imam Abu Hanifah (wafat 767 M), ini mazhab yang paling luas penyebarannya, khususnya di Asia Tengah, India, Turki, dan sebagian Indonesia. Imam Hanafi dikenal pakai logika dan rasio dalam menetapkan hukum, jadi nggak kaku. Kalau nggak nemu dalil langsung di Qur’an atau hadis, beliau pake qiyas (analogi) atau istihsan (pilihan terbaik dalam konteks tertentu).
2. Mazhab Maliki – Pegang Kuat Tradisi Madinah
Ini mazhabnya Imam Malik bin Anas (wafat 795 M). Fokus beliau adalah pada praktik penduduk Madinah, karena menurut beliau, orang-orang di sana paling dekat sama zaman Nabi. Jadi, kalau ada hadis dan praktik penduduk Madinah berbeda, mazhab Maliki cenderung milih praktik penduduk Madinah.
3. Mazhab Syafi’i – Dalilnya Sistematis
Dikenal banget di Indonesia, ini mazhab yang dirintis Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (wafat 820 M). Beliau yang pertama kali nyusun metode ushul fikih secara sistematis. Dalam menentukan hukum, urutannya jelas: Al-Qur’an, hadis, ijma’, lalu qiyas. Makanya, mazhab ini dianggap ilmiah dan tertata rapi.
4. Mazhab Hanbali – Paling Ketat Pegang Hadis
Didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 855 M), mazhab ini sangat mengedepankan hadis. Kalau ada hadis, meski derajatnya lemah sekalipun, lebih dipilih ketimbang logika atau pendapat pribadi. Makanya, Hanbali dikenal konservatif, dan sekarang banyak dianut di wilayah Arab Saudi.
Beda Tapi Nggak Bikin Pecah
Yang penting dicatat, perbedaan ini bukan buat dibentur-benturin, bro. Semua mazhab itu berasal dari semangat yang sama: pengen deket sama ajaran Nabi. Perbedaan pendekatan itu wajar, karena zaman, tempat, dan konteks sosial tiap ulama juga beda.
Kesimpulannya?
Mau ikut mazhab mana, semua sah-sah aja. Yang penting kita belajar, paham, dan nggak gampang nge-judge orang lain. Islam itu luas, dan para ulama udah kasih jalan untuk kita memahami agama ini dengan beragam cara, tapi tetap dalam satu tujuan: mencari ridha Allah.

Mungkin Kamu Suka
Ruang Sujud
Mengapa Umat Islam Berbeda Mazhab? Menelusuri Akar Perbedaan dalam Islam

Published
5 hours agoon
06/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Pernah nggak sih lu bingung, kenapa temen lu yang sama-sama Muslim bisa beda cara sholatnya? Ada yang kalau ruku’ tangannya ke samping, ada juga yang di paha. Ada yang bilang qunut subuh itu wajib, ada juga yang nggak pernah pake. Nah, itu semua gara-gara beda mazhab, bro.
Perbedaan Itu Warisan Ilmu, Bukan Sumber Pecah Belah
Yang perlu kita sadari dari awal: perbedaan mazhab itu bukan karena para ulama pengen bikin Islam jadi ribet. Justru karena mereka serius banget dalam memahami Qur’an dan hadis. Tapi karena sumber-sumber itu kadang bisa ditafsirkan beda, jadilah muncul perbedaan pendapat.
Satu Dalil, Banyak Makna
Contoh simpel gini deh: Nabi pernah sholat sambil ngangkat tangan, tapi kadang juga nggak. Nah, ulama yang lihat hadis itu bisa beda-beda kesimpulannya. Ada yang bilang “berarti angkat tangan itu sunnah”, ada juga yang bilang “itu hanya di waktu tertentu”. Akhirnya, jadilah beda praktik, padahal sama-sama berdasarkan hadis.
Faktor Bahasa, Budaya, dan Logika
Ulama-ulama besar zaman dulu hidup di tempat yang beda-beda. Imam Malik hidup di Madinah, Imam Abu Hanifah di Kufah, Imam Syafi’i sempat belajar ke banyak tempat, dan Imam Ahmad di Baghdad. Kondisi sosial, budaya, bahkan dialek bahasa Arab di masing-masing tempat itu berpengaruh juga ke cara mereka memahami dalil.
Ilmu Itu Berkembang, Bro
Islam bukan agama kaku yang cuma hitam-putih. Justru dengan perbedaan mazhab, kita bisa lihat bahwa Islam memberi ruang untuk berpikir, berdiskusi, dan mencari solusi. Dan hebatnya lagi, para ulama dulu meskipun berbeda, tetap saling menghargai. Nggak ada tuh yang bilang “Mazhab gue paling benar, yang lain sesat.”
Jadi, Gimana Sikap Kita?
Lu mau ikut mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, atau Hanbali—semua itu sah. Tapi jangan sampai kita malah jadi ngejek atau nyalahin orang lain yang beda. Karena hakikatnya, perbedaan itu bagian dari rahmat. Kata ulama, “perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat”.
Akhir Kata
Jangan terlalu fokus sama beda mazhab sampai lupa inti ajaran Islam: sholat yang khusyuk, hati yang bersih, dan hidup yang lurus. Kalau paham ini, lu nggak akan heran lagi kenapa umat Islam bisa beda mazhab. Yang penting, tetap satu iman, satu tujuan.
Ruang Sujud
Mazhab dalam Islam: Antara Keragaman Pemahaman dan Persatuan Umat

Published
9 hours agoon
06/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Kalau kita ngelihat dunia Islam secara global, kita bakal nemuin beragam cara beribadah dan beragama. Tapi jangan buru-buru bilang, “Wah, Islam nggak kompak nih.” Justru, keragaman itu adalah bukti luas dan dalamnya pemahaman Islam, bro.
Mazhab Itu Bukan Sekte, Tapi Jalur Ilmu
Banyak orang salah sangka, ngira mazhab itu kayak kelompok-kelompok yang saling bersaing. Padahal enggak begitu. Mazhab itu jalur pemikiran ilmiah yang dibangun berdasarkan Qur’an, hadis, dan metode ijtihad. Semacam “mazhab pemahaman”, bukan “mazhab perpecahan”.
Satu Ajaran, Banyak Pendekatan
Kita ibaratin gini: misalnya semua Muslim sepakat sholat itu wajib. Tapi ketika masuk ke detailnya—cara wudhu, posisi tangan, bacaan qunut—di situ muncul variasi. Dan itu wajar. Sama kayak orang naik gunung lewat jalur yang beda, tapi tujuannya tetap ke puncak yang sama.
Keragaman Itu Bukan Masalah, Kalau Paham Akar Ilmunya
Masalah baru muncul ketika orang cuma ikut-ikutan tanpa paham dasar mazhabnya. Jadinya gampang nge-judge orang lain, padahal belum tentu dia ngerti kenapa dia ibadahnya begitu. Padahal, kalau kita pelajari, semua mazhab itu punya dasar yang kuat dan saling menghormati.
Dulu Ulama Beda Pendapat Tapi Tetap Dekat
Imam Syafi’i itu muridnya Imam Malik, tapi juga punya pendapat berbeda dari gurunya. Imam Abu Hanifah bersahabat dengan banyak ulama, walaupun beda pandangan fikih. Mereka diskusi, debat, tapi tetap saling respek. Gaya debatnya ilmiah, bukan saling ejek di media sosial kayak zaman sekarang.
Mau Berbeda Tapi Tetap Bersatu? Bisa Banget
Kuncinya ada di adab dan ilmu. Kalau kita punya ilmu, kita tahu mana yang pokok dan mana yang cabang. Kalau punya adab, kita nggak gampang ngecap orang lain salah. Dari situ lahir persatuan yang sehat, bukan persatuan yang maksa semua orang harus seragam.
Kesimpulannya?
Islam itu kaya dan fleksibel. Mazhab-mazhab dalam Islam adalah bukti bahwa agama ini menghargai konteks, akal sehat, dan keragaman. Yang penting kita tetap bersatu dalam akidah, dan saling menghargai dalam perbedaan.
Ruang Sujud
Mazhab dan Kehidupan Muslim Modern: Masih Relevankah Hari Ini?

Published
13 hours agoon
06/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Zaman sekarang udah serba digital, serba cepat, bahkan urusan agama pun bisa tinggal ketik di Google. Nah, muncul pertanyaan penting: masih relevan nggak sih mazhab-mazhab Islam itu buat kita yang hidup di era modern ini?
Jangan Salah, Mazhab Justru Bikin Hidup Lebih Terarah
Banyak orang ngerasa mazhab itu ribet, penuh aturan detail, dan nggak cocok buat zaman sekarang. Padahal justru sebaliknya, bro. Mazhab itu kayak GPS syariah—bantu kita cari jalan yang benar di tengah belokan-belokan kehidupan modern yang makin ruwet.
Mazhab Itu Warisan Ilmu, Bukan Penjara Pemikiran
Punya mazhab bukan berarti kita jadi kaku dan nggak bisa mikir sendiri. Justru dengan mazhab, kita punya dasar kuat dalam beragama. Kayak lu belajar fisika dari Newton dulu sebelum bisa ngerti Einstein. Sama halnya, sebelum berijtihad bebas, kita belajar dulu dari para ulama besar.
Realitas Modern Butuh Fondasi Kuat
Hari ini kita dihadapkan sama isu-isu baru: fintech syariah, AI dalam hukum, gaya hidup digital, sampai etika medsos. Nah, tanpa pemahaman fikih yang mapan, kita bisa gampang kepleset. Di sinilah mazhab punya peran: jadi landasan berpikir, bukan sekadar hafalan hukum.
Mazhab dan Ijtihad Bisa Jalan Bareng
Ulama zaman dulu juga manusia modern di masanya, bro. Mereka menghadapi tantangan zaman dan menjawabnya dengan ijtihad. Jadi kita pun hari ini bisa berijtihad, tapi tetap ngikutin metode mereka. Bukan asal nyomot dalil lalu bikin hukum sendiri seenaknya.
Jangan Jadi Generasi “Copy-Paste Dalil”
Sekarang banyak yang ngambil potongan ayat atau hadis terus bilang, “Nih, buktinya!” Tapi nggak semua dalil bisa diambil mentah. Mazhab ngajarin kita cara menyaring, menyusun, dan menafsirkan dalil dengan adab dan ilmu. Jadi kita nggak gampang salah kaprah.
Akhir Kata: Mazhab Itu Masih, dan Akan Selalu Relevan
Selama manusia masih butuh petunjuk hidup, selama umat Islam masih pengen deket sama ajaran Nabi, selama itu pula mazhab tetap relevan. Bukan karena kita nggak mau maju, tapi karena kita nggak mau kehilangan akar.
Ruang Sujud
Ma’unah dalam Islam: Bukti Pertolongan Allah di Luar Nalar

Published
1 day agoon
05/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam kehidupan ini, sering kali kita mendengar kisah-kisah luar biasa yang seolah tidak bisa dijelaskan oleh logika manusia. Misalnya, seseorang yang seharusnya mengalami kecelakaan fatal, namun tiba-tiba selamat tanpa luka sedikit pun. Atau orang yang dalam kondisi kepepet tiba-tiba mendapat pertolongan yang datang entah dari mana. Dalam Islam, fenomena seperti ini dikenal dengan istilah ma’unah—sebuah bentuk pertolongan Allah SWT kepada hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Apa Itu Ma’unah?
Secara bahasa, ma’unah berasal dari kata ‘aana–yu’iinu–ma’unatan yang berarti bantuan atau pertolongan. Dalam istilah syariat, ma’unah adalah bantuan Allah yang diberikan kepada seseorang secara luar biasa, tetapi tidak sampai ke tingkat mukjizat atau karomah. Ma’unah bisa terjadi pada orang biasa yang shalih, dan bukan merupakan sesuatu yang bisa diminta atau dilatih.
Ma’unah berbeda dari mukjizat yang hanya diberikan kepada para nabi, dan juga berbeda dari karomah yang diberikan kepada para wali. Jika mukjizat bertujuan untuk membuktikan kenabian dan karomah sebagai bentuk kemuliaan para wali, maka ma’unah hadir sebagai bentuk rahmat Allah kepada orang-orang beriman dalam situasi tertentu.
Ciri-Ciri Ma’unah
Ma’unah memiliki beberapa ciri khas:
1. Terjadi secara spontan tanpa perencanaan.
2. Tidak bertentangan dengan syariat.
3. Menjadi sarana pertolongan dalam situasi genting.
4. Tidak digunakan untuk pamer atau mencari pengakuan.
Contoh sederhananya, seseorang yang terhindar dari marabahaya secara ajaib, seperti selamat dari runtuhan bangunan tanpa sebab logis. Bisa juga berupa kecerdasan luar biasa yang muncul tiba-tiba saat dibutuhkan, seperti kemampuan menjawab persoalan rumit padahal tidak pernah mempelajarinya sebelumnya.
Kisah Ma’unah dalam Sejarah Islam
Sejarah Islam menyimpan banyak kisah tentang ma’unah. Salah satu contoh terkenal adalah dalam Perang Badar, ketika kaum Muslimin yang jumlahnya hanya 313 orang mampu mengalahkan pasukan Quraisy yang jumlahnya lebih dari 1.000. Dalam Al-Qur’an, Allah menurunkan malaikat-malaikat untuk membantu kaum Muslim (QS Al-Anfal: 9–10). Meskipun malaikat turun sebagai bentuk mukjizat bagi Nabi Muhammad ﷺ, namun bagi para sahabat yang ikut berperang, kejadian itu juga merupakan bentuk ma’unah.
Dalam kehidupan modern pun, banyak cerita serupa. Misalnya, kisah para pejuang kemerdekaan Indonesia yang selamat dari serangan Belanda padahal tidak mengenakan pelindung, atau kisah santri yang lolos dari bahaya banjir secara ajaib. Masyarakat kita mengenal istilah “keajaiban” yang sejatinya adalah bentuk dari ma’unah ini.
Ma’unah dalam Kehidupan Kita
Ma’unah bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja, selama ia memenuhi syarat-syarat keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Artinya, ma’unah tidak eksklusif hanya untuk orang yang dianggap wali atau tokoh besar. Kita semua, jika menjaga iman dan amal saleh, bisa mengalami ma’unah dalam bentuknya masing-masing.
Namun, penting untuk diingat bahwa ma’unah bukan tujuan yang dikejar. Kita tidak boleh beribadah agar mendapatkan ma’unah. Ia adalah efek samping dari keikhlasan, ketulusan, dan keyakinan total kepada pertolongan Allah. Dalam QS At-Talaq ayat 2–3, Allah berjanji:
> “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
Janji Allah ini adalah bentuk ma’unah yang nyata: jalan keluar yang datang dari arah yang tak disangka.
Penutup: Menjaga Iman, Menjemput Ma’unah
Ma’unah adalah tanda bahwa pertolongan Allah selalu dekat, bahkan ketika manusia merasa semuanya sudah tertutup. Di balik batas logika dan kemampuan, ada tangan Allah yang selalu siap membantu hamba-Nya yang berserah diri. Kita hanya perlu terus berikhtiar, menjaga iman, dan yakin bahwa keajaiban bisa datang kapan saja. Karena sejatinya, setiap langkah dalam hidup ini tidak pernah lepas dari kasih sayang dan pertolongan-Nya.
Ruang Sujud
Kisah Nyata Ma’unah: Ketika Mukjizat Terjadi pada Orang Biasa

Published
1 day agoon
05/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar kisah-kisah luar biasa yang dialami oleh orang-orang biasa—bukan nabi, bukan wali—namun tetap saja kisah itu membuat bulu kuduk berdiri. Cerita-cerita ini biasanya datang dari peristiwa genting: peperangan, bencana, atau situasi hidup dan mati. Dalam Islam, peristiwa-peristiwa luar biasa yang terjadi pada orang saleh biasa ini disebut ma’unah, yaitu pertolongan Allah yang datang secara tiba-tiba dan di luar logika manusia.
Ma’unah: Keajaiban Bagi Orang yang Bertakwa
Ma’unah bukan sesuatu yang bisa dicari dengan latihan atau ritual tertentu. Ia datang atas kehendak Allah, sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba yang beriman. Seseorang bisa mengalami ma’unah ketika ia tulus dalam doa, pasrah dalam kesulitan, dan ikhlas dalam amal. Hal-hal luar biasa yang menyelamatkannya bukan sihir, bukan sulap, tapi semata-mata pertolongan dari Allah.
Seorang ulama besar, Imam Asy-Syahrastani, menyebutkan bahwa ma’unah adalah “pertolongan Allah yang tidak tetap (tidak terus-menerus), diberikan saat seseorang dalam keadaan terdesak dan sangat membutuhkan.”
Kisah Ma’unah dari Masa Pejuang Indonesia
Salah satu kisah yang paling banyak diceritakan oleh generasi terdahulu adalah pengalaman para pejuang kemerdekaan Indonesia yang selamat dari gempuran peluru tentara kolonial. Dalam buku-buku sejarah lisan maupun cerita para kiai pesantren, sering disebutkan bahwa banyak pejuang yang hanya bersenjatakan bambu runcing namun tidak terluka sedikit pun meski dikepung tentara bersenjata lengkap.
Bahkan dalam beberapa cerita, pejuang itu seperti menghilang dari pandangan musuh, atau peluru yang ditembakkan ke arahnya tak pernah menyentuh tubuhnya. Kisah-kisah ini hidup hingga kini, dan sering dikaitkan dengan amalan seperti shalat tahajud, wirid, atau doa-doa tertentu yang dijaga dengan disiplin. Apakah itu karomah? Tidak. Karena mereka bukan wali yang dikenal, maka lebih tepat disebut ma’unah—pertolongan Allah untuk orang-orang yang membela kebenaran.
Ma’unah di Masa Kini: Dari Santri Hingga Tukang Ojek
Ma’unah bukan cerita masa lalu. Ia masih terjadi hingga hari ini, bahkan mungkin di sekitar kita. Misalnya, ada kisah seorang santri yang hanyut terbawa banjir, lalu ditemukan selamat sehari kemudian duduk di atas pohon besar. Saat ditanya bagaimana bisa sampai di sana, ia sendiri tidak tahu. Yang ia tahu, ia membaca doa-doa saat tenggelam, dan tiba-tiba sudah berada di tempat aman.
Atau kisah seorang tukang ojek yang hampir tertabrak truk, tapi saat orang-orang menyangka ia pasti meninggal, ternyata ia berdiri dengan tenang, sama sekali tidak terluka. Banyak
Ruang Sujud
Menjadi Hamba yang Layak Mendapat Ma’unah: Langkah-Langkah Spiritual Harian

Published
1 day agoon
05/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Banyak orang menginginkan pertolongan Allah dalam hidupnya, terutama saat menghadapi situasi yang sulit atau bahkan di ambang keputusasaan. Tapi tidak semua orang tahu bahwa ma’unah, yaitu bantuan Allah yang luar biasa kepada hamba-Nya, bukan sekadar keberuntungan. Ma’unah adalah buah dari hubungan spiritual yang kuat antara seorang hamba dan Tuhannya. Maka, pertanyaannya: bagaimana agar kita menjadi hamba yang layak mendapat ma’unah?
1. Bangun Koneksi Pribadi dengan Allah
Langkah pertama adalah menjadikan Allah sebagai pusat hidup kita, bukan sekadar tempat mengadu saat susah. Caranya? Mulailah dari hal paling dasar: shalat tepat waktu. Jangan tunda, jangan cari alasan. Shalat adalah koneksi langsung yang tak tergantikan.
Tambahkan dengan shalat sunnah, seperti tahajud dan dhuha, karena itulah waktu-waktu istimewa saat Allah “mendekat” dan membuka pintu pertolongan-Nya.
> Rasulullah SAW bersabda:
“Tuhan kita turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir… lalu Dia berfirman: Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku kabulkan…” (HR. Bukhari)
2. Rutin Berdzikir dan Membaca Al-Qur’an
Dzikir bukan hanya pelipur lara, tapi juga perisai batin. Hati yang sering berdzikir akan lebih tenang, dan pikiran lebih jernih saat menghadapi krisis. Luangkan waktu setiap hari untuk membaca Al-Qur’an walaupun hanya beberapa ayat, lalu resapi maknanya.
Jika ingin pertolongan Allah hadir secara ajaib di saat kritis, maka jangan lupakan-Nya di waktu luang.
3. Perbanyak Amal Tulus dan Ikhlas
Ma’unah datang bukan karena amalan besar, tapi karena keikhlasan dalam amalan sederhana. Bahkan memberi makan seekor kucing, menolong tetangga, atau tersenyum kepada sesama bisa menjadi sebab Allah menurunkan pertolongan-Nya di waktu tak terduga.
Kisah seorang wanita pelacur yang diampuni dosanya hanya karena memberi minum seekor anjing adalah bukti bahwa tulus lebih penting daripada terkenal.
4. Jauhi Dosa-dosa Kecil dan Besar
Bagaimana Allah akan menolong jika kita terus-menerus bermaksiat? Maka penting bagi kita untuk selalu menjaga diri dari dosa—baik yang kasat mata seperti ghibah, maksiat mata, dan lisan, maupun dosa hati seperti dengki, sombong, dan riya.
Perbanyak istighfar dan evaluasi diri setiap hari. Karena kadang yang menghalangi ma’unah bukan kurangnya ibadah, tapi banyaknya dosa yang belum ditobati.
5. Latih Tawakal dan Sabar dalam Ujian
Kunci penting dari hadirnya ma’unah adalah sabar dan tawakal. Saat seseorang berada di titik nadir, namun tetap percaya pada Allah, di situlah biasanya pertolongan-Nya datang secara tiba-tiba. Ini bukan hal ajaib, tapi janji Allah sendiri dalam Al-Qur’an:
> “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”
(QS. At-Talaq: 2-3)
Penutup: Bukan Soal Hebat, Tapi Soal Dekat
Menjadi hamba yang layak mendapat ma’unah bukan soal menjadi tokoh besar, ustaz terkenal, atau ahli ibadah. Tapi soal menjadi pribadi yang dekat dengan Allah dalam diam, dalam sujud, dalam istighfar di sepertiga malam terakhir. Jika hubungan itu terjaga, maka ma’unah bukan lagi sesuatu yang mustahil, tapi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari yang penuh keberkahan.
Jadi, mulailah dari hari ini. Perkuat niat, luruskan hati, dan jadikan Allah satu-satunya tempat bergantung. Karena pertolongan-Nya itu nyata, cepat, dan selalu datang di waktu yang paling tepat.
Ruang Sujud
Perbedaan Ma’unah, Karomah, dan Sihir: Jangan Salah Paham!

Published
2 days agoon
05/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam kehidupan umat Islam, sering muncul kisah-kisah tentang kejadian luar biasa—seorang ulama yang bisa berjalan di atas air, seorang santri yang selamat dari maut secara ajaib, atau seseorang yang tiba-tiba bisa menyembuhkan penyakit parah dengan doa. Namun, tak sedikit pula yang justru mencampuradukkan istilah-istilah seperti ma’unah, karomah, dan sihir. Padahal, ketiganya punya makna, sumber, dan dampak yang sangat berbeda. Yuk, kita bedah satu per satu agar tidak salah memahami!
—
Apa Itu Ma’unah?
Ma’unah adalah pertolongan Allah yang diberikan kepada orang mukmin biasa—bukan nabi, bukan wali—yang taat dan bertakwa kepada-Nya. Pertolongan ini bersifat insidental dan datang secara tiba-tiba, terutama ketika orang itu berada dalam kesulitan yang sangat berat. Contoh ma’unah adalah seseorang yang selamat dari kecelakaan maut karena dia berdoa dengan sungguh-sungguh dan pasrah kepada Allah.
Ciri-ciri ma’unah:
Diberikan kepada orang saleh biasa.
Terjadi di saat genting.
Tidak bisa dipelajari atau dilatih.
Membawa manfaat dan keselamatan.
Tidak untuk pamer atau mencari pengaruh.
—
Apa Itu Karomah?
Karomah adalah kejadian luar biasa yang terjadi pada wali Allah—orang yang sangat dekat dengan Allah, memiliki ketaatan luar biasa, dan hidupnya penuh dengan ibadah dan amal saleh. Karomah biasanya lebih “menetap” dan kadang terjadi berkali-kali dalam hidup sang wali.
Contohnya adalah cerita Imam Ahmad bin Hanbal yang mampu mengetahui isi hati orang, atau kisah Sunan Kalijaga yang bisa menyeberangi sungai tanpa perahu. Karomah ini bukan karena mereka sakti, tapi karena kedekatan mereka dengan Allah membuat Allah memberikan “kemuliaan” sebagai tanda kehormatan.
Ciri-ciri karomah:
Terjadi pada wali Allah.
Kadang menetap (bisa terjadi berulang).
Bukan hasil pelatihan, tapi buah dari ketaatan.
Tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Tidak digunakan untuk kepentingan duniawi.
—
Apa Itu Sihir?
Sihir adalah kejadian luar biasa yang berasal dari bantuan jin atau setan, dan biasanya dilakukan oleh orang yang mempelajarinya dengan cara-cara yang diharamkan oleh agama. Tujuannya bisa bermacam-macam: menarik kekayaan, mencelakai orang lain, mencari kekuasaan, atau popularitas.
Contoh sihir adalah orang yang mengaku bisa menggandakan uang, menyakiti orang dari jauh, atau mengendalikan pikiran orang lain. Sihir memang bisa terlihat “wow”, tapi itu bukan pertolongan Allah. Bahkan, sihir adalah dosa besar dan salah satu perbuatan kufur jika dilakukan dengan mengorbankan akidah.
Ciri-ciri sihir:
Bisa dipelajari melalui ritual tertentu.
Dibantu oleh jin atau setan.
Bertentangan dengan ajaran Islam.
Bisa merugikan orang lain.
Biasanya dilakukan untuk kepentingan dunia.
—
Tabel Singkat Perbandingan
—
Kenapa Perlu Memahami Perbedaan Ini?
Di zaman sekarang, banyak orang terpesona dengan yang “gaib-gaib”. Tak sedikit yang lebih tertarik pada orang yang bisa menunjukkan “kehebatan”, daripada yang diam-diam menjaga hubungan dengan Allah. Padahal, ma’unah dan karomah itu tidak untuk dipamerkan, sedangkan sihir justru sering ditampilkan secara terbuka untuk mendapatkan kekaguman.
Ketika kita tidak bisa membedakan mana pertolongan Allah dan mana rekayasa setan, maka kita bisa terjerumus dalam kekaguman yang salah. Bahkan lebih parah, bisa jadi kita menganggap pelaku sihir sebagai orang suci, dan mencurigai wali Allah yang hidupnya sederhana.
—
Penutup: Ukur dengan Al-Qur’an dan Sunnah
Cara terbaik untuk membedakan ma’unah, karomah, dan sihir adalah dengan menilai apakah perbuatan itu sesuai syariat atau tidak. Jika sesuai syariat, tidak merugikan orang lain, dan membawa manfaat spiritual, maka bisa jadi itu ma’unah atau karomah. Tapi kalau bertentangan dengan ajaran Islam, ada unsur kesombongan, atau dilakukan untuk menipu dan mencelakai, maka itu jelas sihir yang harus dihindari.
Jangan mudah terpesona dengan keajaiban. Dalam Islam, yang paling penting bukanlah keajaiban, tetapi ketaatan, keikhlasan, dan ketakwaan.
Ruang Sujud
Sayyidul Istighfar: Doa Penghapus Dosa Terbaik dalam Islam

Published
2 days agoon
04/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Setiap manusia tentu pernah berbuat dosa, baik sengaja maupun tidak. Dalam Islam, Allah SWT selalu membuka pintu ampunan bagi siapa saja yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Salah satu doa terbaik untuk memohon ampunan adalah Sayyidul Istighfar, yang disebut oleh Rasulullah SAW sebagai istighfar paling utama.
Sayyidul Istighfar memiliki makna yang sangat dalam dan menyentuh. Doa ini tidak hanya sekadar meminta ampun, tetapi juga menyatakan pengakuan penuh akan keesaan Allah, nikmat yang telah diberikan, dosa yang diperbuat, serta harapan besar akan rahmat dan ampunan-Nya. Berikut adalah lafal lengkapnya:
> اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
(HR. Bukhari, no. 6306)
Artinya:
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku dalam janji-Mu dan ikrar-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Barang siapa membaca Sayyidul Istighfar di siang hari dengan yakin, lalu ia meninggal di hari itu sebelum sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barang siapa membacanya di malam hari dengan yakin, lalu meninggal sebelum pagi, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan betapa dahsyatnya doa ini dalam menghapus dosa dan sebagai kunci menuju surga. Namun, kuncinya adalah membacanya dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Bukan hanya sekadar lisan, tetapi juga disertai dengan penyesalan dan tekad untuk memperbaiki diri.
Mengapa doa ini begitu istimewa? Karena Sayyidul Istighfar mengajarkan adab tertinggi dalam berdoa. Kita tidak langsung meminta, tetapi terlebih dahulu mengakui keesaan Allah, menyebut nikmat-Nya, dan menyadari dosa kita sendiri. Ini adalah bentuk penghambaan yang sempurna: penuh rasa syukur dan kerendahan hati.
Dengan mengamalkan Sayyidul Istighfar setiap pagi dan malam, seorang Muslim tidak hanya sedang membersihkan dirinya dari dosa, tetapi juga sedang memperkuat hubungan spiritualnya dengan Allah SWT. Doa ini bisa menjadi pengingat harian bahwa hidup ini fana, dan ampunan Allah adalah tujuan tertinggi.
Maka, biasakanlah membaca Sayyidul Istighfar setiap hari. Ajarkan pula kepada keluarga dan anak-anak. Jadikan ia bagian dari rutinitas harian, sebab ia bukan sekadar doa—tetapi jalan menuju ampunan dan surga.
Ruang Sujud
Keutamaan Sayyidul Istighfar: Kunci Ampunan dan Surga

Published
2 days agoon
04/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tak luput dari kesalahan dan dosa. Namun, Allah SWT yang Maha Pengampun memberikan banyak jalan untuk bertaubat. Di antara jalan tersebut, terdapat satu doa yang sangat istimewa, yakni Sayyidul Istighfar, yang memiliki keutamaan luar biasa sebagai kunci ampunan dan jalan menuju surga.
Sayyidul Istighfar bukan sekadar bacaan permohonan ampunan, melainkan pengakuan total atas keesaan Allah, nikmat-Nya, kelemahan diri sendiri, dan harapan besar terhadap rahmat-Nya. Doa ini sangat lengkap dalam struktur dan maknanya, sehingga Nabi Muhammad SAW menyebutnya sebagai istighfar terbaik.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa mengucapkan Sayyidul Istighfar di pagi hari dengan penuh keyakinan, lalu ia meninggal dunia sebelum sore, maka ia termasuk penghuni surga. Dan barang siapa membacanya di malam hari dengan penuh keyakinan, lalu meninggal dunia sebelum pagi, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari, no. 6306)
Hadis ini menunjukkan bahwa Sayyidul Istighfar memiliki keutamaan luar biasa: menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam surga, jika dibaca dengan keyakinan dan keikhlasan.
Mengapa doa ini begitu tinggi derajatnya? Karena di dalamnya terkandung empat inti istighfar yang sangat penting:
1. Tauhid dan pengakuan akan rububiyah Allah: “Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau.”
2. Pengakuan akan nikmat Allah: “Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku.”
3. Pengakuan akan dosa pribadi: “Aku mengakui dosa-dosaku.”
4. Permohonan ampunan yang tulus: “Maka ampunilah aku, sesungguhnya tak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Dengan menggabungkan empat unsur penting ini, Sayyidul Istighfar menjadi doa yang menyentuh sisi terdalam hati seorang hamba. Ia mengandung unsur harapan (raja’) dan rasa takut (khauf) yang seimbang, dua hal yang menjadi landasan penting dalam ibadah seorang Muslim.
Selain keutamaan akhirat, Sayyidul Istighfar juga membawa keberkahan dalam kehidupan dunia. Orang yang membacanya secara rutin akan mendapatkan ketenangan hati, kemudahan dalam urusan, dan terkadang pertolongan Allah yang datang secara tak terduga. Istighfar sendiri, sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an (QS. Nuh: 10–12), bisa mendatangkan hujan, rezeki, dan keturunan.
Dengan segala keutamaannya, Sayyidul Istighfar pantas menjadi amalan harian yang tidak ditinggalkan. Ia bukan hanya bentuk doa, tetapi juga cermin dari kesadaran spiritual seorang hamba kepada Rabb-nya.
Mari kita jadikan Sayyidul Istighfar sebagai bagian dari rutinitas pagi dan malam. Bacalah dengan penuh kesadaran, pahami maknanya, dan resapi kedalaman doanya. Semoga dengan itu, Allah limpahkan ampunan, rahmat, dan tempat terbaik di surga-Nya.
Ruang Sujud
Makna Mendalam di Balik Lafal Sayyidul Istighfar

Published
2 days agoon
04/05/2025By
Yusuf Hasyim
Monitorday.com – Dalam kehidupan seorang Muslim, istighfar bukan sekadar permintaan maaf kepada Tuhan, tetapi cermin dari kerendahan hati dan kesadaran diri sebagai hamba. Di antara berbagai bentuk istighfar, Sayyidul Istighfar memiliki tempat yang sangat istimewa karena kandungan maknanya yang dalam dan komprehensif.
Rasulullah SAW menyebut doa ini sebagai penghulu istighfar, yakni bentuk istighfar yang paling utama. Berikut lafalnya:
> اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ
Artinya:
“Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku dalam janji-Mu dan ikrar-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan perbuatanku. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Setiap bagian dari lafal ini mengandung pengakuan, kesadaran, dan permohonan yang tulus:
1. “Engkau adalah Tuhanku, tiada Tuhan selain Engkau”
Ini adalah penegasan tauhid—inti utama ajaran Islam. Seorang Muslim diajak untuk mengawali taubatnya dengan memperbarui keimanannya.
2. “Engkau menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu”
Bagian ini menyatakan totalitas penghambaan kepada Allah. Kita bukan hanya ciptaan, tetapi juga makhluk yang terikat pada aturan-Nya.
3. “Aku dalam janji dan ikrar-Mu semampuku”
Ini adalah pengakuan bahwa manusia berusaha setia kepada perintah Allah, meskipun sering lalai dan penuh keterbatasan.
4. “Aku berlindung dari keburukan yang aku perbuat”
Mengajarkan rasa takut atas akibat dari dosa yang dilakukan sendiri. Kita berlindung kepada Allah dari diri kita sendiri.
5. “Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku”
Istighfar bukan hanya tentang dosa, tapi juga tentang syukur. Doa ini mengajarkan bahwa kita perlu sadar akan limpahan nikmat Allah.
6. “Aku mengakui dosaku”
Pengakuan adalah awal dari perbaikan. Bagian ini menyiratkan kejujuran, kesadaran, dan kerendahan hati.
7. “Maka ampunilah aku, karena tiada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau”
Penutup yang sarat harapan dan keyakinan bahwa hanya Allah satu-satunya tempat bergantung untuk ampunan sejati.
Makna mendalam dari Sayyidul Istighfar tidak hanya menyentuh dimensi spiritual, tetapi juga menjadi terapi bagi jiwa yang gelisah. Dalam setiap katanya, ada pelajaran tentang keimanan, kesadaran diri, dan kebergantungan total kepada Allah.
Doa ini sangat relevan untuk diamalkan setiap hari. Dengan menghayatinya, seseorang tidak hanya mendapatkan ampunan, tetapi juga memperkuat ikatan ruhani dengan Sang Pencipta.
Monitor Saham BUMN

Rusia Tantang Timnas Indonesia, Kapan Jadwalnya?

Marc Klok Spill Kunci Sukses Persib Juara Liga 1 2024/25

Memahami Empat Mazhab: Sejarah, Tokoh, dan Perbedaan Pendekatan Fikih

Mekanisme Pembayaran MBG Dirubah, Simak Penjelasan Lengkap Kepala BGN

Prabowo Duduk Bareng Try Sutrisno di Halalbihalal Purnawirawan TNI

Mengapa Umat Islam Berbeda Mazhab? Menelusuri Akar Perbedaan dalam Islam

Mazhab dalam Islam: Antara Keragaman Pemahaman dan Persatuan Umat

2 Tahun Lagi Warga Minang Bakal Punya Pembangkit Listrik Panas Bumi

Dampak Efisiensi Anggaran: Ekonomi Indonesia Terhambat

Sinyal Telepon Diputus Selama Conclave, Lha Kok Kenapa?

Bebaskan Jeratan Rentenir-Pinjol, Prabowo Bakal Hapus Utang Petani

Kontra Barcelona, Inter Milan Siap Ulangi Sejarah di Giuseppe Meazza

Mazhab dan Kehidupan Muslim Modern: Masih Relevankah Hari Ini?

Dibekukan Komdigi, Simak Sejumlah Fakta Soal World App yang Viral

Persib Bandung Bakal Sematkan 4 Bintang di Logo Usai Juara Liga 1 2024-2025

Di Ambang Perang, Pakistan Uji Coba Rudal di Tengah Ketegangan dengan India

PLN Gandeng Kemendiktisaintek Perkuat SDM dan Inovasi Energi Masa Depan

Melalui Innovillage Telkom Dorong Mahasiswa Jadi Inovator Sosial

Buka Cabang di Arab Saudi, BSI Bidik Perputaran Dana Rp23 Triliun dari Haji dan Umrah
