Monitorday.com – Di pagi yang tenang, seorang nelayan di Tangerang terpaku melihat pagar bambu setinggi enam meter membentang di laut. “Dari mana asalnya?” pikirnya. Pertanyaan ini kini menggema hingga ke meja Polri.
Polemik pagar laut di Tangerang semakin memanas. Struktur sepanjang 30,16 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Pakuhaji ini tidak hanya mengundang perhatian masyarakat setempat tetapi juga menjadi sorotan nasional. Dibangun sejak Juli 2024, pagar ini baru viral pada Januari 2025, memicu diskusi hangat tentang legalitas dan tujuan pembangunannya.
LBH-AP PP Muhammadiyah bersama sejumlah koalisi masyarakat sipil telah melayangkan aduan resmi ke Polri. Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karopenmas Divisi Humas Polri, memastikan bahwa pihak kepolisian akan menangani kasus ini dengan pendekatan komunikatif dan kolaboratif. “Langkah-langkah penyelesaian perlu dilakukan dengan komunikasi yang baik. Masyarakat diminta menunggu hasilnya,” ujar Trunoyudo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Keberadaan pagar laut ini menjadi misteri besar karena tidak ada izin resmi dari pemerintah pusat maupun daerah untuk pembangunannya. Struktur bambu yang dilengkapi paranet dan pemberat karung pasir itu disebut-sebut dibangun oleh warga yang bekerja atas suruhan pihak tak dikenal. Setiap pekerja menerima upah Rp 100.000 untuk mendirikan pagar tersebut. Meski begitu, hingga kini identitas pihak yang memerintahkan proyek ini masih menjadi teka-teki.
Kasus ini menarik perhatian Ombudsman Wilayah Banten. Berdasarkan informasi yang mereka himpun, pagar tersebut dibangun secara diam-diam tanpa melibatkan otoritas resmi. Lebih mengejutkan lagi, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung menginstruksikan penghentian pembangunan dan menyegel lokasi setelah kabar ini mencuat ke publik.
Bagi masyarakat pesisir, pagar laut ini bukan sekadar konstruksi. Keberadaannya mengganggu aktivitas mereka, terutama nelayan yang mencari nafkah di perairan tersebut. “Kami tidak bisa melaut seperti biasa. Ini sangat menyulitkan,” ujar seorang nelayan setempat. Selain itu, pagar ini juga memunculkan kekhawatiran tentang dampaknya terhadap lingkungan laut, termasuk ekosistem terumbu karang dan biota laut lainnya.
Pagar laut Tangerang kini menjadi simbol dari berbagai masalah yang lebih besar—kurangnya transparansi, pelanggaran hukum, dan potensi kerusakan lingkungan. Publik menanti langkah tegas dari Polri untuk mengungkap dalang di balik proyek misterius ini. Trunoyudo menegaskan bahwa Polri berkomitmen menyelesaikan kasus ini dengan cermat dan transparan. “Kami akan bekerja sama dengan semua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik,” tambahnya.
Hingga saat ini, masyarakat hanya bisa berharap agar kasus ini segera terungkap. Misteri pagar laut di Tangerang bukan hanya soal struktur fisik, tetapi juga cerminan dari tantangan besar dalam tata kelola wilayah pesisir Indonesia. Apakah dalangnya akan terungkap? Akankah keadilan ditegakkan? Semua mata tertuju pada langkah berikutnya dari pihak berwenang.