Connect with us

Ruang Sujud

Penjelasan Lengkap tentang Israf dalam Islam: Pentingnya Hidup Seimbang

Published

on

Setiap manusia memiliki kebutuhan dan keinginan, namun Islam mengajarkan untuk menjaga keseimbangan dalam hidup, menghindari sikap israf atau berlebihan. Berikut penjelasan lengkap tentang israf, dampaknya, serta cara menghindarinya.

Pengertian Israf

Dalam bahasa Arab, “israf” berasal dari kata asrafa-yusrifu-israfan yang berarti melampaui batas. Secara istilah, israf adalah perilaku berlebihan dalam ucapan, tindakan, atau penggunaan sumber daya, seperti makanan, minuman, pakaian, hingga gaya hidup, yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Israf dalam Al-Qur’an

Allah SWT melarang perilaku israf melalui berbagai ayat, seperti dalam Surah Al-An’am ayat 141:

“…Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya (zakatnya) pada waktu memetik hasilnya. Tetapi, janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.”

Perilaku israf dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah, yang berpotensi mendatangkan kerugian dunia dan akhirat.

Jenis-Jenis Israf

  1. Israf dalam Harta
    Membelanjakan uang secara boros tanpa memikirkan manfaatnya, seperti pamer kekayaan atau gaya hidup mewah.
  2. Israf dalam Makanan dan Minuman
    Mengonsumsi secara berlebihan hingga mendatangkan kerugian kesehatan.
  3. Israf dalam Beribadah
    Melakukan ibadah secara berlebihan hingga mengabaikan kewajiban utama, seperti meninggalkan salat fardu karena lelah setelah qiyāmul lail.
  4. Israf dalam Kehidupan Sosial
    Sikap sombong dan terlalu memaksakan sesuatu yang melampaui kemampuan.

Dampak Buruk Israf

  • Menghilangkan keberkahan rezeki.
  • Menimbulkan sikap lalai dan sombong.
  • Membawa kehancuran baik secara individu maupun sosial.
  • Merusak hubungan dengan Allah SWT dan sesama manusia.

Cara Menjauhi Israf

  1. Bertawakal kepada Allah
    Sadari bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan harus digunakan secara bijak.
  2. Belajar Mengelola Keuangan
    Hindari pengeluaran yang tidak perlu dan utamakan kebutuhan pokok.
  3. Berinfaq dan Bersedekah
    Gunakan kelebihan rezeki untuk membantu orang lain melalui zakat, infak, atau sedekah.
  4. Meneladani Rasulullah SAW
    Hidup sederhana sesuai sunnah Nabi Muhammad SAW.
  5. Merenungkan Dampak Israf
    Pahami bahwa perilaku berlebihan dapat membawa kerugian jangka panjang.

Kesimpulan

Israf adalah perilaku yang tidak disukai Allah SWT karena melampaui batas kewajaran. Setiap Muslim dianjurkan untuk hidup sederhana, mengendalikan nafsu, dan menjaga keseimbangan dalam segala aspek kehidupan. Dengan begitu, keberkahan hidup di dunia dan akhirat dapat diraih.

Hindari israf, hidupkan kebiasaan bijak, dan jadilah Muslim yang selalu bersyukur.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Sujud

Dialog Nabi Ibrahim dengan Kaumnya: Strategi Dakwah yang Lugas dan Lembut

Published

on

Monitorday.com – Salah satu keistimewaan Nabi Ibrahim AS adalah kepiawaiannya dalam berdakwah. Ia tidak sekadar menyampaikan ajaran tauhid, tetapi melakukannya dengan metode yang penuh hikmah, logika, dan kelembutan. Pendekatan ini menjadikan dakwahnya begitu relevan dan menginspirasi hingga hari ini.

Ketika berhadapan dengan kaumnya yang menyembah berhala, Ibrahim tidak langsung mencaci atau menghina. Ia memancing logika mereka. Dalam QS. Al-Anbiya ayat 52–67, Ibrahim bertanya, “Patung-patung apakah ini yang kalian tekun menyembahnya?” Lalu ia menghancurkan berhala-berhala itu dan meninggalkan satu yang terbesar, untuk menunjukkan absurditas kepercayaan mereka. Ketika kaumnya bertanya, Ibrahim menjawab dengan cerdas: “Tanyakan saja kepada berhala besar itu, jika ia bisa bicara!”

Strategi ini tidak sekadar provokatif, tapi juga mencerahkan. Ibrahim ingin agar kaumnya sadar melalui akal mereka sendiri, bukan hanya karena tekanan atau dogma. Bahkan ketika berdialog dengan Raja Namrud, Ibrahim dengan tenang menggunakan argumen cerdas. Ia berkata bahwa Tuhannya adalah yang menghidupkan dan mematikan. Ketika Namrud membalas bahwa ia juga bisa melakukan itu, Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat.” Namrud pun terdiam.

Metode dakwah ini relevan dalam konteks kekinian. Bahwa berdakwah bukan hanya soal isi, tapi juga cara. Menyampaikan kebenaran dengan bijak, menggunakan pendekatan rasional, serta menjaga adab dan etika komunikasi adalah kunci keberhasilan. Nabi Ibrahim mengajarkan bahwa dakwah bukan untuk memenangkan debat, tapi untuk membuka hati.

Continue Reading

Ruang Sujud

Jejak Perjalanan Spiritual Nabi Ibrahim: Dari Babilonia ke Tanah Suci

Published

on

Monitorday.com – Perjalanan hidup Nabi Ibrahim tidak hanya tentang tempat-tempat yang ia singgahi, tetapi juga tentang perjalanan batin dan spiritualitas yang luar biasa. Dari Babilonia yang penuh kemusyrikan, Ibrahim berhijrah menuju negeri Syam, kemudian Mesir, hingga akhirnya menetap di tanah tandus Makkah—sebuah tanah yang kelak menjadi pusat peribadahan umat Islam.

Hijrah Ibrahim bukan tanpa alasan. Ketika kaumnya tidak menerima dakwahnya dan bahkan berniat membunuhnya, Allah memerintahkannya untuk meninggalkan tanah kelahirannya. Dalam QS. Al-Ankabut ayat 26, Allah berfirman, “Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat) yang diperintahkan oleh Tuhanku.”

Di Syam, ia tinggal bersama istrinya, Sarah. Di Mesir, ia diuji dengan banyak cobaan, termasuk fitnah dan rintangan. Namun semuanya dijalani dengan sabar. Dari Mesir, Ibrahim kemudian menikahi Hajar, yang kemudian melahirkan Ismail. Atas perintah Allah, ia membawa Hajar dan bayinya ke sebuah lembah yang sunyi dan gersang, yaitu Makkah.

Di sanalah titik balik sejarah terjadi. Dari lembah yang tandus itu, Allah menjadikan Makkah sebagai pusat peribadatan. Sumur Zamzam memancar, Ka’bah dibangun, dan keturunan Nabi Ibrahim berkembang menjadi bangsa besar. Seluruh ibadah haji berporos pada jejak-jejak perjuangan spiritual Nabi Ibrahim dan keluarganya.

Kisah ini mengajarkan bahwa hijrah bukan hanya tentang berpindah tempat, tetapi juga tentang berpindah hati dari yang batil menuju yang haq. Perjalanan Ibrahim adalah simbol bahwa keberkahan akan mengikuti mereka yang ikhlas menapaki jalan Allah, meski jalannya berat dan penuh tantangan.

Continue Reading

Ruang Sujud

Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim: Makna Iman dan Ketaatan Tanpa Batas

Published

on

Monitorday.com – Salah satu ujian paling besar yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS adalah perintah untuk menyembelih putranya sendiri, Ismail. Peristiwa ini bukan sekadar episode sejarah, tetapi juga menjadi simbol agung dari ketaatan, keimanan, dan pengorbanan yang luar biasa. Ia menjadi fondasi dari pelaksanaan ibadah kurban yang dirayakan umat Islam di seluruh dunia setiap Idul Adha.

Setelah bertahun-tahun berdoa, Ibrahim akhirnya dikaruniai anak dari istrinya Hajar, yaitu Ismail. Ketika Ismail beranjak remaja dan menjadi anak yang salih dan patuh, Allah justru menguji Ibrahim dengan perintah menyembelih putranya. Perintah ini datang melalui mimpi yang diyakini oleh para nabi sebagai wahyu. Meski berat, Ibrahim tidak membantah.

Yang menggetarkan hati adalah respons dari Ismail. Dalam QS. Ash-Shaffat ayat 102, Ismail berkata, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Inilah bentuk kepatuhan dua hamba yang luar biasa: ayah dan anak yang rela mengorbankan segalanya demi menaati perintah Allah.

Ketika prosesi penyembelihan hampir terjadi, Allah kemudian mengganti Ismail dengan seekor domba sebagai bentuk penghargaan terhadap keikhlasan dan kesabaran keduanya. Momen ini kemudian diabadikan dalam syariat Islam sebagai ibadah kurban—sebuah praktik yang tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga spiritual, mengajarkan kepada kita arti pengorbanan dan keikhlasan.

Lebih dari itu, kisah ini menunjukkan bahwa dalam hidup, keimanan sejati akan selalu diuji. Allah ingin melihat sejauh mana hamba-Nya mencintai-Nya lebih dari apa pun di dunia. Nabi Ibrahim lulus dalam ujian itu dan menjadi contoh sempurna bagaimana cinta kepada Allah harus lebih besar dari cinta kepada makhluk.

Continue Reading

Ruang Sujud

Nabi Ibrahim: Teladan Ketauhidan Sepanjang Zaman

Published

on

Monitorday.com – Dalam sejarah kenabian, sosok Nabi Ibrahim AS menempati posisi yang sangat istimewa. Ia bukan hanya dikenal sebagai bapak para nabi, tetapi juga sebagai ikon ketauhidan yang pengaruhnya melintasi zaman dan generasi. Kisah hidupnya merupakan representasi dari perjuangan melawan kesyirikan dan kebatilan, serta keteguhan dalam mempertahankan iman kepada Allah SWT, meski harus berhadapan dengan penolakan dari keluarga, masyarakat, bahkan penguasa.

Nabi Ibrahim hidup di tengah masyarakat Babilonia yang menyembah berhala dan bintang-bintang. Sejak usia muda, ia telah menunjukkan kecerdasan spiritual yang luar biasa. Ia mulai mempertanyakan keberadaan patung-patung yang disembah oleh ayah dan kaumnya. Dalam QS. Al-An’am ayat 76–79, Ibrahim melakukan perenungan mendalam atas bulan, matahari, dan bintang. Ketika semuanya tenggelam, ia menyatakan bahwa ia tidak menyukai yang tenggelam dan akhirnya menetapkan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan yang patut disembah.

Penolakan terhadap budaya syirik di sekelilingnya membuat Ibrahim mengalami tekanan dari kaumnya. Ia bahkan dikucilkan oleh ayahnya sendiri, Azar, yang merupakan pembuat patung. Namun Ibrahim tidak goyah. Ia tetap berdakwah dengan lembut, argumentatif, dan penuh keyakinan. Salah satu momen paling dramatis adalah ketika ia menghancurkan berhala-berhala di kuil kaumnya, lalu menyisakan yang terbesar. Ketika ditanya siapa pelakunya, Ibrahim berkata, “Tanyakan saja kepada berhala besar itu,”—sebuah strategi dakwah yang menyentuh logika, bukan hanya emosi.

Akibat aksinya itu, Ibrahim dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup. Namun Allah menunjukkan kuasa-Nya dengan menjadikan api dingin dan menyelamatkan Ibrahim. Peristiwa ini menunjukkan bahwa keteguhan dalam iman akan selalu dilindungi oleh Allah, dan bahwa mukjizat hadir kepada hamba-hamba pilihan-Nya.

Perjuangan Nabi Ibrahim tidak berhenti sampai di situ. Ia terus berdakwah, bermigrasi ke negeri Syam, Mesir, hingga akhirnya tiba di Makkah bersama Hajar dan Ismail. Di tanah yang tandus dan sepi itu, Ibrahim menunjukkan kepasrahan luar biasa atas perintah Allah—yang kelak akan menjadi awal dari hadirnya pusat peradaban Islam, yaitu Ka’bah.

Kisah hidup Nabi Ibrahim menjadi warisan spiritual yang sangat dalam. Ketauhidan yang diajarkannya bukan sekadar keyakinan dalam hati, tetapi juga keteguhan dalam sikap dan pengorbanan dalam tindakan. Dari sinilah kita belajar bahwa menjadi seorang muslim yang bertauhid harus berani berbeda, siap diuji, dan tetap istiqamah dalam perjuangan menegakkan kebenaran.

Continue Reading

Ruang Sujud

Hari Tarwiyah dalam Perspektif Ulama: Hikmah, Makna, dan Refleksi Diri

Published

on

Monitorday.com – Hari Tarwiyah bukan sekadar momen logistik dalam perjalanan ibadah haji. Dalam pandangan para ulama, tanggal 8 Dzulhijjah ini mengandung makna spiritual yang mendalam, bukan hanya bagi para jamaah haji, tetapi juga bagi seluruh umat Islam. Ia adalah hari kontemplasi, penguatan niat, dan pembentukan spiritualitas menjelang puncak ibadah haji. Pandangan para ulama dari berbagai mazhab memberi warna dan pemahaman yang kaya terhadap hari yang kerap terabaikan ini.

Dimensi Tarwiyah dalam Pandangan Ulama Klasik

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa setiap amalan lahiriah dalam haji sejatinya adalah cerminan dari perjalanan hati. Hari Tarwiyah, menurut beliau, adalah saat di mana seorang hamba menimbang niatnya, membersihkan hatinya dari ambisi duniawi, dan bersiap secara batin untuk bertemu dengan Allah. Ini selaras dengan makna dasar “tarwiyah” yang bermakna “merenung” atau “berpikir mendalam.”

Ibnu Rajab al-Hanbali: Momen Peralihan Menuju Puncak Ibadah

Ulama besar lainnya, Ibnu Rajab al-Hanbali dalam karyanya Lathaif al-Ma’arif menyebutkan bahwa Hari Tarwiyah adalah pintu gerbang menuju hari-hari paling mulia dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa hari ini seharusnya digunakan untuk memperbanyak zikir, doa, dan istighfar. Karena siapa pun yang menyucikan hatinya sebelum wukuf di Arafah, maka ia lebih siap menyerap keberkahan rahmat Allah pada hari itu.

Pendapat Ulama Kontemporer: Menghidupkan Tarwiyah di Luar Haji

Ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf al-Qaradawi menekankan bahwa Hari Tarwiyah juga bisa dihidupkan oleh mereka yang tidak berhaji. Beliau menganjurkan umat Islam di berbagai belahan dunia untuk mengisi hari ini dengan amalan saleh, puasa sunnah, dan tafakur. Menurutnya, ini adalah waktu yang strategis untuk refleksi diri sebelum menyambut hari Arafah dan Iduladha.

Tafsir Tarwiyah dalam Konteks Kehidupan Modern

Dalam konteks modern, Hari Tarwiyah menjadi simbol penting dari jeda dan evaluasi. Ustaz Salim A. Fillah misalnya, menyampaikan bahwa hari ini adalah momentum untuk “mengisi ulang ruhani”. Dalam dunia yang serba cepat, kita jarang punya waktu untuk menengok kondisi hati. Hari Tarwiyah memberi jeda bagi jiwa untuk memperbaiki niat, menyusun ulang prioritas hidup, dan bersiap menghadapi tantangan besar.

Nilai-Nilai Edukatif dari Tarwiyah

Beberapa pesan penting dari Hari Tarwiyah dalam perspektif ulama, antara lain:

Pentingnya perenungan sebelum tindakan. Nabi Ibrahim tidak langsung mengeksekusi mimpinya, tetapi merenung terlebih dahulu. Ini pelajaran bahwa tindakan besar memerlukan ketenangan dan kehati-hatian.

Menjaga niat dalam beramal. Dalam semua ibadah, niat adalah fondasi utama. Tarwiyah adalah momen memperkuat niat semata karena Allah.

Menjalani proses dengan sabar. Ujian besar seperti yang dialami Ibrahim dan Ismail tidak datang tiba-tiba. Ada proses pembelajaran yang dilalui secara bertahap, dimulai dari Tarwiyah.

Tarwiyah sebagai Simbol Kesabaran dan Ketaatan

Banyak ulama memandang Hari Tarwiyah sebagai lambang dari dua sifat utama seorang mukmin: sabar dan taat. Nabi Ibrahim dan Ismail AS menunjukkan bagaimana dua sifat itu menjadi kunci keberhasilan melewati ujian. Hari ini adalah saat tepat bagi umat Islam untuk merenung, apakah dalam kehidupan sehari-hari kita telah menjalankan dua sifat itu dengan konsisten.

Menghidupkan Tarwiyah dalam Lingkungan Keluarga

Ulama tarbiyah (pendidikan) mengingatkan bahwa Hari Tarwiyah juga bisa dimanfaatkan sebagai waktu untuk membangun nilai-nilai keislaman dalam keluarga. Orang tua bisa menjadikan hari ini sebagai momen dialog ruhani, mengajak anak-anak untuk berzikir bersama, membaca kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, serta mengaitkan pesan-pesan spiritual dengan realitas hidup masa kini.

Penutup: Tarwiyah adalah Cermin Jiwa

Hari Tarwiyah, dalam pandangan ulama, bukan sekadar bagian dari manasik haji. Ia adalah simbol kesiapan spiritual seorang hamba untuk menyambut kedekatan dengan Rabb-nya. Ulama telah memberi banyak pencerahan agar umat Islam tidak menyia-nyiakan hari ini. Maka marilah kita jadikan Tarwiyah sebagai titik tolak perubahan diri—dari hati yang lalai menjadi hati yang hidup, dari amal yang biasa menjadi amal yang bermakna.

Continue Reading

Ruang Sujud

Sejarah Hari Tarwiyah: Ketika Nabi Ibrahim Mendapat Petunjuk Ilahi

Published

on

Monitorday.com – Hari Tarwiyah, yang jatuh pada 8 Dzulhijjah, memiliki akar sejarah yang sangat dalam dan bermakna. Dalam lembaran sejarah Islam, hari ini berkaitan erat dengan peristiwa besar yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS. Sebuah momen saat petunjuk Ilahi datang melalui mimpi, yang kemudian menguji kadar keimanan dan ketaatan seorang hamba terhadap Rabb-nya. Inilah kisah hari yang menyimpan nilai-nilai spiritual dan keteladanan luar biasa.

Mimpi yang Mengguncang Jiwa

Diriwayatkan bahwa pada malam tanggal 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS mendapatkan mimpi dari Allah SWT yang memerintahkan agar ia menyembelih putranya, Ismail. Mimpi tersebut tidak langsung dieksekusi, melainkan direnungkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Maka muncullah istilah “Tarwiyah” dari kata “rawa-yurawi”, yang berarti merenung atau berpikir mendalam.

Ibrahim AS tidak gegabah. Ia memastikan bahwa perintah tersebut benar-benar datang dari Allah. Ia merenungi mimpi itu dengan hati-hati, memohon petunjuk dan kekuatan agar bisa memahami makna di balik ujian tersebut. Dari sinilah Hari Tarwiyah mendapat namanya—sebuah hari kontemplasi, penguatan niat, dan persiapan jiwa.

Tahapan Ujian Nabi Ibrahim

Hari Tarwiyah hanyalah permulaan dari rangkaian ujian luar biasa yang diterima Nabi Ibrahim AS. Setelah merenung, ia yakin bahwa mimpinya adalah wahyu dan perintah Allah yang nyata. Pada hari berikutnya, yakni 9 Dzulhijjah (Hari Arafah), ia kembali mendapat mimpi yang sama. Di sinilah keteguhan hatinya menguat.

Keesokan harinya, pada 10 Dzulhijjah (Iduladha), Ibrahim AS bersiap melaksanakan perintah tersebut. Ia membawa Ismail ke tempat penyembelihan. Namun atas izin Allah, penyembelihan tidak terjadi, dan digantikan dengan seekor domba. Peristiwa ini menjadi dasar dari ibadah kurban yang dijalankan umat Islam hingga hari ini.

Pelajaran Besar dari Hari Tarwiyah

Hari Tarwiyah menjadi simbol dari proses pengambilan keputusan besar dalam hidup. Nabi Ibrahim tidak langsung bertindak, melainkan menjalani tahapan berpikir, memperkuat keimanan, dan meyakinkan diri atas kebenaran wahyu. Sikap ini menunjukkan betapa pentingnya kehati-hatian dan ketundukan total dalam menjalani titah Ilahi.

Umat Islam diajarkan agar tidak gegabah dalam mengambil keputusan, terutama yang menyangkut urusan agama dan ketaatan. Hari Tarwiyah mengingatkan kita untuk selalu mencari kejelasan, bersabar dalam proses, dan meyakinkan hati sebelum melangkah.

Refleksi dari Ismail: Ketundukan yang Menggetarkan

Tidak hanya Ibrahim, putranya Ismail juga menjadi teladan luar biasa dalam kisah ini. Saat diberi tahu bahwa ia akan disembelih atas perintah Allah, ia tidak menolak. Justru ia berkata, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)

Ucapan dan sikap Ismail ini menjadi pelengkap keagungan kisah Hari Tarwiyah. Keikhlasan dua hamba Allah—ayah dan anak—dalam menerima perintah yang sangat berat adalah cerminan iman yang tulus dan totalitas dalam penghambaan.

Hubungan Hari Tarwiyah dengan Rangkaian Haji

Dalam konteks ibadah haji, Hari Tarwiyah menandai dimulainya rangkaian manasik yang paling sakral. Jamaah haji bergerak menuju Mina dan menginap di sana, sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Ini meniru langkah Nabi Ibrahim yang bersiap menjalani ujian besar keesokan harinya. Rangkaian haji adalah napak tilas dari kisah spiritual para nabi, dan Hari Tarwiyah adalah gerbang awalnya.

Spirit Tarwiyah dalam Kehidupan Sehari-hari

Meskipun peristiwa ini terjadi ribuan tahun lalu, nilai-nilainya sangat relevan hingga kini. Dalam kehidupan modern yang serba cepat, Hari Tarwiyah mengajarkan kita untuk berhenti sejenak, berpikir jernih, dan mendengarkan suara hati sebelum membuat keputusan besar. Dalam keluarga, pekerjaan, atau hubungan sosial, spirit Tarwiyah mengajarkan kita untuk selalu mendahulukan perenungan sebelum tindakan.

Hari Tarwiyah di Kalangan Ulama

Para ulama klasik sangat menekankan pentingnya Hari Tarwiyah sebagai hari yang penuh keberkahan. Bukan hanya karena sejarahnya, tetapi juga karena posisinya dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah—hari-hari yang disebut lebih utama dari hari-hari lainnya dalam setahun. Karenanya, menghidupkan hari ini dengan zikir, doa, puasa, dan amal kebajikan menjadi bentuk penghormatan terhadap jejak Ibrahim dan Ismail.

Penutup: Hari yang Membangkitkan Jiwa

Sejarah Hari Tarwiyah bukan sekadar catatan masa lalu. Ia adalah cermin yang mengajarkan kita arti keimanan yang sejati, kesabaran dalam menghadapi ujian, dan pentingnya merenung sebelum bertindak. Semoga setiap kali datangnya 8 Dzulhijjah, kita bisa kembali menghidupkan semangat Tarwiyah dalam diri—merenung, memperkuat niat, dan menyambut panggilan Allah dengan hati yang ikhlas dan siap.

Continue Reading

Ruang Sujud

Keutamaan dan Amalan Sunnah di Hari Tarwiyah yang Sering Terlupakan

Published

on

Monitorday.com – Hari Tarwiyah, yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah, sering kali luput dari perhatian umat Islam yang tidak sedang berhaji. Padahal, hari ini menyimpan banyak keutamaan dan amalan sunnah yang bisa dilakukan oleh umat Islam di seluruh dunia. Tidak hanya diperuntukkan bagi jamaah haji, Hari Tarwiyah adalah peluang emas untuk menambah pahala dan mendekatkan diri kepada Allah.

Meneladani Langkah Nabi

Pada hari ini, Rasulullah SAW berangkat dari Makkah menuju Mina dan bermalam di sana sebelum wukuf di Arafah keesokan harinya. Langkah ini bukan sekadar teknis perjalanan, tetapi penuh makna spiritual. Nabi SAW memberi contoh pentingnya persiapan ruhani sebelum bertemu Allah di padang Arafah. Bagi umat Islam, ini adalah isyarat agar memanfaatkan Hari Tarwiyah untuk menyucikan hati dan memperbanyak amal saleh.

Keutamaan Berpuasa di Hari Tarwiyah

Salah satu amalan sunnah yang dianjurkan di Hari Tarwiyah adalah berpuasa. Berdasarkan beberapa riwayat, puasa pada tanggal 8 Dzulhijjah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu. Meskipun hadis tentang keutamaannya masih diperdebatkan derajatnya oleh sebagian ulama, banyak ulama salaf yang tetap menganjurkan puasa pada hari ini sebagai bentuk ihtiyath (kehati-hatian dalam amal).

Perbanyak Zikir dan Istighfar

Hari Tarwiyah adalah hari yang tenang, tidak ada ritual ibadah yang rumit selain salat dan bermalam bagi jamaah haji. Bagi kaum muslimin lainnya, ini adalah kesempatan untuk memperbanyak zikir, membaca takbir, tahmid, tahlil, dan istighfar. Hati yang banyak mengingat Allah akan menjadi lebih tenang dan lapang menghadapi ujian hidup.

Menghidupkan Malam Tarwiyah

Malam tanggal 8 Dzulhijjah juga sebaiknya diisi dengan salat malam, doa, dan membaca Al-Qur’an. Di tengah kesibukan duniawi, banyak yang melupakan kekuatan malam sebagai waktu paling istimewa untuk berdoa. Padahal, doa di malam-malam 10 Dzulhijjah sangat dicintai oleh Allah, sebagaimana disebut dalam hadis.

Mempersiapkan Diri Menyambut Hari Arafah

Hari Tarwiyah adalah gerbang menuju hari Arafah. Di sinilah umat Islam mempersiapkan diri untuk menyambut hari terbaik sepanjang tahun. Bagi yang tidak berhaji, mempersiapkan diri berarti membersihkan niat, menjaga hati dari kebencian, dan menyusun rencana amal di hari Arafah, seperti puasa dan doa-doa khusus.

Momentum Mengingat Ketaatan Ibrahim AS

Hari Tarwiyah juga menjadi refleksi bagaimana Nabi Ibrahim AS mempersiapkan diri dalam menaati perintah Allah yang sangat berat: menyembelih anaknya, Ismail. Renungan yang dilakukan Ibrahim AS dalam mimpi-mimpinya menjadi pelajaran bahwa sebelum melakukan ketaatan besar, kita harus memperkuat iman, bertafakur, dan meyakinkan diri pada kebenaran perintah Allah.

Kesempatan Menyambung Silaturahmi dan Sedekah

Meskipun bukan termasuk amalan khusus di Hari Tarwiyah, menyambung tali silaturahmi dan bersedekah sangat dianjurkan. Ini merupakan bentuk aktualisasi dari kesiapan spiritual yang baik—ketika hati telah bersih, tindakan pun menjadi lebih ikhlas. Hari Tarwiyah bisa menjadi momen untuk meminta maaf, memaafkan, atau memberi bantuan kepada sesama sebagai bagian dari menyucikan diri sebelum Iduladha.

Menghindari Lalai di Hari yang Mulia

Banyak yang tidak menyadari bahwa 10 hari pertama Dzulhijjah adalah hari-hari terbaik sepanjang tahun. Karena itu, mengabaikan Hari Tarwiyah adalah kerugian besar. Ketika hari ini diisi dengan kegiatan biasa tanpa makna, maka kita telah melewatkan ladang pahala yang sangat luas. Ingat, amal di hari-hari ini lebih utama dari jihad di jalan Allah, kecuali jihad yang mengorbankan seluruh jiwa dan hartanya.

Penutup: Jangan Lewatkan Hari Tarwiyah

Hari Tarwiyah adalah karunia dari Allah untuk umat Islam. Keutamaannya bukan hanya untuk jamaah haji, tetapi juga terbuka luas bagi siapa pun yang ingin mendekat kepada-Nya. Dengan berpuasa, berdzikir, berdoa, dan memperbaiki hubungan dengan sesama, kita bisa menghidupkan Hari Tarwiyah dengan cahaya amal yang akan menjadi saksi di hari akhir kelak.

Continue Reading

Ruang Sujud

Hari Tarwiyah: Awal Perjalanan Spiritual Menuju Puncak Haji

Published

on

Monitorday.com – Setiap tahapan dalam ibadah haji memiliki makna spiritual yang dalam. Salah satu hari yang sarat makna namun kurang dikenal secara luas adalah Hari Tarwiyah, yang jatuh pada tanggal 8 Dzulhijjah. Hari ini menjadi titik awal perjalanan fisik dan ruhani menuju puncak ibadah haji di Arafah. Para jamaah mulai bergerak dari Makkah ke Mina, menghidupkan kembali jejak Nabi Ibrahim dan Rasulullah SAW dalam ketaatan kepada perintah Allah.

Makna Kata “Tarwiyah”

Kata Tarwiyah berasal dari akar kata Arab “rawa–yurawi” yang berarti “memenuhi kebutuhan air” atau “merenungi”. Menurut beberapa riwayat, dinamai demikian karena para jamaah haji zaman dahulu mengisi perbekalan air sebelum melanjutkan perjalanan ke Arafah yang gersang. Di sisi lain, para ulama menafsirkan bahwa hari ini adalah saat Ibrahim AS merenungi perintah Allah yang ia terima dalam mimpi—perintah untuk menyembelih anaknya, Ismail.

Mina: Persinggahan Pertama Menuju Arafah

Pada Hari Tarwiyah, jamaah haji memulai perjalanannya ke Mina. Di sana, mereka melakukan salat Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Subuh dalam bentuk qashar (salat empat rakaat dipersingkat menjadi dua rakaat), tanpa jamak. Mina adalah tempat perenungan sebelum memasuki Arafah. Suasana hening dan fokus ibadah membantu menyiapkan mental dan spiritual jamaah untuk wukuf di Arafah.

Meneladani Ketaatan Nabi Ibrahim

Hari Tarwiyah juga menghidupkan kembali keteladanan Nabi Ibrahim dalam menjalani perintah yang paling berat dalam hidupnya—menyembelih anak kandungnya. Ia tidak langsung bertindak, tetapi bertarwiyah—merenung dan mencari petunjuk dari Allah dengan penuh kehati-hatian. Ini menjadi pelajaran bagi umat Islam bahwa dalam mengambil keputusan penting, terutama yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah, hendaknya disertai perenungan dan doa.

Hari untuk Menjernihkan Niat

Sebelum hari Arafah, Hari Tarwiyah memberi kesempatan kepada setiap jamaah untuk menyucikan niat. Ibadah haji bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi perjalanan hati. Niat yang ikhlas sangat menentukan keberkahan ibadah. Di Mina, para jamaah seolah ‘berkemah’ di titik nol, tempat mereka membuang kepentingan duniawi dan menata kembali tujuan hidup.

Ibadah dan Zikir di Hari Tarwiyah

Hari Tarwiyah juga menjadi momentum untuk memperbanyak zikir, doa, dan istighfar. Tidak ada ritual khusus selain salat dan bermalam di Mina, sehingga waktu lebih banyak digunakan untuk berintrospeksi dan mendekatkan diri kepada Allah. Para jamaah dimotivasi untuk menghindari perkataan sia-sia, menjaga kesabaran, dan memperkuat hubungan spiritual dengan Rabb-nya.

Relevansi Hari Tarwiyah di Era Modern

Di era serba cepat ini, Hari Tarwiyah mengajarkan pentingnya jeda. Manusia modern kerap kehilangan momen hening yang esensial untuk perenungan. Hari Tarwiyah mengingatkan kita agar menyediakan ruang untuk berpikir jernih, memperbaiki niat, dan menyucikan hati sebelum menghadapi tantangan besar dalam hidup. Seperti jamaah yang bersiap menuju Arafah, setiap insan juga butuh “persinggahan batin” sebelum memulai babak baru dalam hidupnya.

Penutup

Hari Tarwiyah adalah awal dari transformasi spiritual seorang muslim dalam ibadah haji. Dari Mina, para jamaah akan melangkah menuju Arafah, lalu Muzdalifah, dan Mina kembali untuk melontar jumrah. Namun, semua itu berakar dari satu titik penting: niat dan renungan yang dilakukan di Hari Tarwiyah. Sebuah momen untuk menyegarkan keimanan, menata hati, dan bersiap menjadi manusia baru yang lebih dekat kepada Allah.

Continue Reading

Ruang Sujud

Hari Tasyriq dalam Sejarah Haji: Jejak Spiritualitas di Mina

Published

on

Monitorday.com – Hari Tasyriq memiliki hubungan erat dengan pelaksanaan ibadah haji. Dalam rentang waktu 11-13 Zulhijjah, para jemaah haji berada di Mina untuk melaksanakan rangkaian ibadah penting. Di sinilah tiga ritual utama dilakukan: melontar jumrah, bermalam di Mina (mabit), dan berdzikir kepada Allah.

Mina, sebuah lembah kecil yang dikelilingi bukit-bukit batu di dekat Mekah, menjadi saksi bisu perjalanan spiritual para jemaah haji sejak masa Nabi Ibrahim hingga masa kini. Di sinilah Ibrahim AS melempar setan yang menghalangi tekadnya untuk menyembelih Ismail atas perintah Allah. Kisah inilah yang menjadi dasar pelaksanaan melontar jumrah oleh jemaah haji.

Selama hari-hari Tasyriq, setiap jemaah wajib melempar tujuh batu kecil ke tiga tiang jumrah: Ula, Wustha, dan Aqabah. Amalan ini bukan ritual kosong, melainkan simbol penegasan untuk melawan hawa nafsu dan godaan setan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap lemparan adalah bentuk pernyataan iman dan keteguhan hati.

Di sela-sela kegiatan tersebut, jemaah juga dianjurkan untuk bermabit, yaitu menginap di Mina selama malam hari. Ini merupakan bentuk pengabdian dan ketundukan total kepada Allah SWT. Para jemaah mengisi malam-malam itu dengan dzikir, salat malam, dan tilawah Al-Qur’an, menciptakan suasana spiritual yang khusyuk dan damai di tengah lautan manusia dari berbagai negara.

Hari-hari Tasyriq dalam konteks haji menjadi semacam latihan intensif rohani. Setelah puncak ibadah di Arafah dan hari kurban, jemaah tetap dituntut untuk konsisten dalam ibadah dan menjaga kedekatan dengan Allah.

Dengan demikian, hari Tasyriq tidak hanya menjadi bagian dari sejarah ibadah haji, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya istiqamah dalam beribadah, tidak cepat puas setelah mencapai puncak ibadah, dan terus memperbaiki diri dalam setiap langkah hidup.

Continue Reading

Ruang Sujud

Mengapa Hari Tasyriq Disebut Hari Makan dan Minum? Ini Penjelasannya

Published

on

Monitorday.com – Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa hari Tasyriq adalah hari makan dan minum. Julukan ini muncul bukan tanpa dasar, melainkan berasal dari sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya hari-hari Tasyriq adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim). Ucapan ini menjadi dasar bahwa pada hari-hari tersebut umat Islam dilarang berpuasa dan dianjurkan untuk menikmati rezeki yang Allah berikan.

Penekanan pada makan dan minum bukan berarti ajakan pada pesta pora atau konsumsi berlebihan. Sebaliknya, ini merupakan simbol perayaan spiritual setelah Iduladha, di mana umat Islam telah berkurban dan berbagi kepada sesama. Hari Tasyriq adalah kelanjutan dari momen kurban yang penuh berkah.

Tradisi makan bersama dan berbagi daging kurban di hari-hari Tasyriq bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga perayaan sosial umat Islam. Daging yang telah dikurbankan disebarkan kepada kerabat, tetangga, fakir miskin, dan dinikmati oleh semua kalangan. Momen ini mempererat tali persaudaraan dan memperkuat solidaritas sosial.

Makna “hari makan dan minum” juga menegaskan bahwa agama Islam memperhatikan hak jasmani manusia, bukan hanya aspek ruhani. Dengan mengatur hari-hari tertentu sebagai waktu untuk tidak berpuasa, Islam menunjukkan keseimbangan dalam mengatur kehidupan spiritual dan kebutuhan fisik.

Dengan demikian, menyebut hari Tasyriq sebagai hari makan dan minum bukanlah bentuk kemunduran religius, melainkan bagian dari ajaran Islam yang utuh—yang memberi ruang bagi kebahagiaan, rasa syukur, dan perayaan dalam bingkai ibadah.16

Continue Reading

Monitor Saham BUMN



News49 minutes ago

Arab Saudi Ancam Denda Rp86 Juta dan Deportasi bagi Jemaah Haji Ilegal

News1 hour ago

Prabowo Batalkan Diskon Listrik 50 Persen, Apa Alasannya?

News1 hour ago

SD-SMP Swasta Gratis Tunggu Arahan Presiden, Pemerintah Siapkan Skema Anggaran

Sportechment11 hours ago

Jelang Debut Timnas Indonesia, Emil Audero Komentar Begini

Ruang Sujud12 hours ago

Dialog Nabi Ibrahim dengan Kaumnya: Strategi Dakwah yang Lugas dan Lembut

Sportechment13 hours ago

Erick Thohir Minta Timnas Indonesia Tampil Maksimal Kontra China

News16 hours ago

Kolaborasi Program Kurban, Lazismu Terima Sapi Limosin Dari Shopee Barokah

Ruang Sujud16 hours ago

Jejak Perjalanan Spiritual Nabi Ibrahim: Dari Babilonia ke Tanah Suci

News19 hours ago

Pasukan Israel Tabrak Bus Jemaah Haji Palestina di Tepi Barat

Sportechment19 hours ago

Lulus dari Kampus Top Dunia, Ini Deretan Artis Indonesia yang Kuliah di AS

Sportechment20 hours ago

Resmi Nikahi Anak Titi DJ Stephanie Poetri, Intip Profil Asher Novkov Bloom

Ruang Sujud20 hours ago

Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim: Makna Iman dan Ketaatan Tanpa Batas

Sportechment21 hours ago

Timnas China Bakal Tiba di Jakarta Malam Ini

News21 hours ago

Kenapa Visa Haji Furoda Tak Terbit Tahun Ini? Ternyata Ini Penyebabnya

Ruang Sujud1 day ago

Nabi Ibrahim: Teladan Ketauhidan Sepanjang Zaman

News1 day ago

Greta Thunberg Bakal Ikut Serta dalam Ekspedisi Pelayaran ke Gaza

Logistik1 day ago

Volume Penumpang Kereta Api Meningkat Tajam di Akhir Libur Panjang

Ruang Sujud2 days ago

Hari Tarwiyah dalam Perspektif Ulama: Hikmah, Makna, dan Refleksi Diri

News2 days ago

Turki Luncurkan Kampanye Nasional Lawan Obesitas

News2 days ago

Usai Kalahkan Petarung Israel, MMA Asal Irlandia Teriakkan: Free Palestine