Monitorday.com – Suatu malam, seorang hacker muda duduk di depan layar, memecahkan kode demi kode, mengamankan data penting dari ancaman dunia maya. Tanpa seragam atau pangkat, ia bertarung di garis depan pertempuran digital. Kini, ia punya peluang menjadi bagian dari TNI—bukan sebagai tentara biasa, tapi sebagai prajurit siber. Inilah wajah baru pertahanan Indonesia, di mana keahlian lebih penting daripada seragam.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto baru saja mengumumkan rencana besar: pembentukan matra siber TNI yang akan diisi oleh warga sipil dengan kemampuan siber tingkat tinggi. Bukan lagi prajurit konvensional yang harus beradaptasi dengan dunia digital, melainkan para ahli siber sipil yang akan diangkat menjadi tentara.
“Kalau di bidang lain seperti siber, saya rekrut khusus yang memang dari awal sudah ahli di bidangnya. Kita jadikan tentara,” ujar Agus dalam Rapat Pimpinan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.
Langkah ini bukan sekadar inovasi, tapi sebuah revolusi dalam strategi pertahanan nasional. Dunia siber semakin menjadi medan pertempuran baru, di mana ancaman datang tanpa peringatan dan menyerang dalam hitungan detik. Serangan siber bukan lagi sekadar gangguan, melainkan senjata yang bisa melumpuhkan sistem pertahanan negara.
TNI memahami tantangan ini dan mengambil langkah berani dengan langsung merekrut ahli siber sipil. Keahlian mereka dalam menghadapi serangan siber dianggap lebih efektif dibandingkan melatih tentara reguler dari nol. Dengan pendekatan ini, matra siber bisa segera beroperasi dengan kemampuan optimal.
Meski direkrut dari kalangan sipil, para prajurit siber ini tetap akan mendapat pelatihan khusus. Kurikulum yang disiapkan TNI dirancang agar mereka tidak hanya menjadi ahli di bidang siber, tetapi juga siap menghadapi ancaman digital dengan disiplin dan strategi militer. Agus menegaskan, pelatihan ini tidak akan sama dengan pendidikan di Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, atau Akademi Angkatan Udara. Fokusnya lebih pada kesiapan operasional di dunia maya.
Selain ahli siber, TNI juga berencana merekrut perwira prajurit karier dari latar belakang hukum, psikologi, hingga kedokteran untuk memperkuat matra ini. Keamanan siber tidak hanya soal teknologi, tetapi juga melibatkan aspek hukum, psikologi perang informasi, dan kesehatan digital. Semua elemen ini akan dikombinasikan untuk membentuk pasukan siber yang tangguh dan siap menghadapi segala bentuk serangan.
Gagasan pembentukan matra siber ini muncul menjelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo. Keberlanjutannya kini berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian mengenai perubahan undang-undang atau regulasi terkait pembentukan matra keempat dalam tubuh TNI ini.
Terlepas dari tantangan regulasi, satu hal jelas: ancaman siber semakin nyata dan tak bisa diabaikan. Dengan merekrut ahli siber sipil, TNI beradaptasi dengan era baru perang digital. Bagi para pakar siber muda, inilah kesempatan emas untuk mengubah keahlian mereka menjadi senjata pertahanan negara. Perang di masa depan tidak hanya terjadi di darat, laut, dan udara—tetapi juga di dunia maya. Dan Indonesia tidak mau ketinggalan.