Ruang Sujud
Saat Sahabat Nabi Galau, Ini Sebabnya!
Published
1 year agoon
By
Robby KarmanKisah-kisah dari masa lalu, seperti yang terjadi pada Sahabat Ka’ab Bin Malik, Umar bin Khattab, dan Tsa’labah bin Abdurrahman RA, mengajarkan kita tentang pentingnya kesadaran akan dosa dan pencarian ampunan. Mereka adalah teladan dalam merenungkan perbuatan dan merasa malu kepada Allah.
Sahabat Ka’ab Bin Malik, selama 50 hari, merasakan galau yang mendalam, bukan karena hal-hal sepele, tetapi karena kekhawatirannya akan dosa-dosanya. Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, dia juga merasakan kegelisahan karena ada rakyatnya yang begitu miskin sehingga mereka memasak batu untuk mengusir rasa lapar. Umar dengan tulus menanggung beban karung gandum di pundaknya sendiri.
Namun, salah satu kisah yang paling mencengangkan adalah kisah Tsa’labah bin Abdurrahman RA. Ia pernah secara tidak sengaja melihat seorang wanita Anshar mandi, yang membuatnya merasa sangat berdosa. Merasa malu kepada Nabi Muhammad SAW, dia memutuskan untuk mengasingkan diri ke gunung selama 40 hari. Selama waktu itu, dia terus menerus memohon ampunan kepada Allah. Kini, kita melihat bagaimana wanita-wanita di sekitar kita mengumbar auratnya di berbagai tempat, seperti kantor, pusat perbelanjaan, dan televisi. Namun, apakah kita merasa bersalah dan meminta ampunan kepada Allah?
Nabi Muhammad SAW merasa kehilangan Tsa’labah. Hingga akhirnya, Allah menunjukkan tempat persembunyiannya, dan Nabi mengutus Umar RA dan Salman RA untuk menjemputnya. Tsa’labah masih merasa sangat malu dan ingin tiba di Madinah ketika Nabi sedang sholat agar tidak menyadari kedatangannya.
Sebelum sakit yang parah, Nabi SAW memberikan amalan kepada Tsa’labah agar dosanya diampuni, yaitu dengan membaca ayat Al-Qur’an: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka” (Al-Baqarah: 201). Doa ini sering kita ulangi: “Robbana Atina Fid DUnya Hasanah wa fil akhiroti hasanah. Waqina adzaabannaar.”
Tsa’labah mengalami sakit yang parah selama 8 hari karena takut akan dosanya. Namun, bagaimana dengan kita? Apakah kita merasa bersalah setiap kali berbuat dosa? Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak selalu memiliki rasa bersalah yang sama seperti Tsa’labah. Bahkan, Nabi Muhammad SAW sendiri telah dijamin masuk surga dan tetap beristighfar sebanyak 70 hingga 100 kali sehari.
Pesan yang dapat kita ambil dari kisah-kisah ini adalah bahwa kita seharusnya lebih galau tentang urusan dosa dan ibadah daripada hal-hal duniawi. Seorang Muslim yang baik seharusnya selalu berusaha memperbaiki hubungannya dengan Allah dan selalu mencari ampunan-Nya.
Rasulullah SAW pernah menjenguk Tsa’labah saat dia sakit. Meskipun dia merasa penuh dosa, dia mengungkapkan keinginannya yang paling dalam: “Ampunan Allah.” Ini adalah keinginan yang paling mulia dan yang harus menjadi fokus utama bagi setiap muslim.
Jabir bin Abdullah RA meriwayatkan sebuah hadits yang menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya yang bertaubat: “Ketika itu turunlah Jibril Alaihisallam, mengatakan, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Tuhanmu mengirimkan salam padamu, dan berfirman, ‘Jika hamba-Ku ini menemui-Ku dengan dosa sejengkal tanah, maka Aku akan menemui dengan sejengkal ampunan’.”
Ketika Tsa’labah mendengar berita tersebut, dia merasa begitu bahagia karena mendapat ampunan Allah. Tak lama kemudian, dia meninggal. Saat Rasulullah SAW datang ke rumah Tsa’labah, dia merangkak untuk menghormatinya. Para sahabat heran dan bertanya mengapa Rasulullah merangkak.
Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak bisa berdiri karena banyaknya malaikat yang turun untuk memberikan penghormatan kepada Tsa’labah.”
Kisah-kisah ini mengajarkan kepada kita pentingnya kesadaran akan dosa dan kerendahan hati dalam mencari ampunan Allah. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari sahabat-sahabat mulia ini dan selalu berusaha untuk meningkatkan hubungan kita dengan Allah.
Sumber tulisan: ruangsujud.com