Masih banyak dari kita yang mengalami kendala dalam memiliki rumah sendiri. Apakah anda termasuk yang ngontrak, ngekos, atau bahkan numpang? Kondisi ini merupakan realitas yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia hingga saat ini. Meskipun memiliki keinginan dan impian untuk memiliki rumah sendiri, namun ketersediaan perumahan yang terbatas masih menjadi hambatan utama.
Menurut data yang dirilis pada tahun 2024, kebutuhan rumah berdasarkan kepemilikan mencapai angka yang cukup signifikan, yakni sekitar 11,4 juta unit. Namun, sayangnya masih terdapat defisit sekitar 5 juta rumah yang belum bisa dipenuhi. Defisit atau backlog ini tentu menjadi tanggung jawab bersama. Tidak mengherankan jika dalam bursa politik, calon presiden memiliki program untuk membangun 3 juta rumah sebagai salah satu agenda utama mereka.
Soal ketersediaan rumah memang bukan perkara mudah. Jika dilihat sebagai peluang maka backlog atau kurangnya pasokan rumah ini adalah sisi positip bagi para pengembang. Namun harus pula dicermati pelajaran berharga dari berbagai negara. Amerika Serikat pernah mengalami krisis di sektor ini pada 2008 dan Tiongkok sedang mengalaminya dalam beberapa tahun belakangan.
Menjamurnya bisnis perumahan di Tiongkok mencapai puncaknya pada 2021. Namun dalam waktu cepat muncul gejala gagal bayar yang tinggi hingga mencapai Rp 8.500 Triliun. Kepercayaan konsumen perumahan juga makin merosot setelah kebangkrutan pengembang raksasa Evergrande di negeri itu.
Kembali ke Indonesia. Faktanya kita dihadapkan pada permintaan yang tinggi. Menghadapi tantangan besar ini, diperlukan pendanaan yang signifikan untuk memenuhi kebutuhan rumah yang tinggi tersebut. Dana sebesar Rp 780 triliun diperkirakan diperlukan untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut. Namun, dengan keterbatasan dana APBN, tentu saja belum semua kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan baik.
Salah satu solusi yang ditawarkan untuk mengatasi masalah kepemilikan rumah adalah melalui Kredit Kepemilikan Rumah atau KPR. Meskipun ada sebagian orang yang mampu membeli atau membangun rumah tanpa utang, namun bagi sebagian besar masyarakat, KPR menjadi salah satu cara untuk mewujudkan impian memiliki rumah sendiri.
Tidak hanya dari sisi permintaan, namun dari sisi pasokan atau supply, keterlibatan sektor swasta juga menjadi kunci penting. Pada tahun 2023, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mencatat realisasi Program Sejuta Rumah mencapai angka 1.217.794 unit. Meskipun angka tersebut menunjukkan progres yang signifikan, namun masih jauh dari mencukupi mengingat kebutuhan yang terus meningkat.
Di sinilah peran kolaborasi antara Bank Mandiri dengan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) menjadi sangat penting. Melalui kolaborasi ini, diharapkan dapat mengurangi backlog perumahan di Indonesia. Dengan Bank Mandiri sebagai salah satu lembaga keuangan terkemuka di Indonesia, kolaborasi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam meningkatkan ketersediaan perumahan.
Salah satu inovasi terbaru yang ditawarkan oleh Bank Mandiri adalah penyaluran KPR FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) melalui platform digital. Melalui Super Apps Livin’ by Mandiri, Bank Mandiri akan memanfaatkan teknologi digital untuk memasarkan KPR dan menyediakan solusi kebutuhan transaksi bagi masyarakat. Hal ini diharapkan dapat mempermudah akses masyarakat terhadap layanan KPR dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya memiliki rumah sendiri.
Dengan demikian, upaya untuk mengatasi defisit perumahan di Indonesia membutuhkan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga keuangan seperti Bank Mandiri. Melalui upaya bersama ini, diharapkan impian memiliki rumah sendiri dapat menjadi kenyataan bagi setiap warga negara Indonesia. Pantengin terus informasi terbaru tentang program-program KPR dan solusi perumahan lainnya yang ditawarkan oleh Bank Mandiri, karena siapa pun pasti ingin memiliki rumah sendiri, bukan?