Monitorday.com – Sebuah penelitian dari Algo Research mengungkap bahwa hadirnya Starlink di Indonesia berpotensi mengancam sejumlah operator telekomunikasi lokal, seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT XL Axiata Tbk (EXCL), hingga PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT).
Menurut penelitian oleh lembaga independen berbasis di Jakarta tersebut, Starlink menawarkan layanan yang kompetitif berkat teknologi canggihnya, terutama internet berbasis satelit orbit rendah (LEO).
Teknologi ini memungkinkan Starlink meningkatkan koneksi internetnya secara drastis dan menjangkau wilayah pelosok, termasuk di Indonesia.
Algo Research menilai keunggulan ini dapat memengaruhi sejumlah perusahaan penyedia jaringan hingga menara telekomunikasi di Indonesia.
Mereka menekankan bahwa kehadiran Starlink tidak boleh diabaikan, terutama karena kemampuannya menembus daerah perdesaan tanpa memerlukan investasi infrastruktur yang besar seperti yang diperlukan oleh infrastruktur telekomunikasi tradisional.
Namun, riset dari PT Trimegah Sekuritas menunjukkan pandangan yang berbeda. Mereka menyatakan bahwa hadirnya Starlink tidak akan menjadi ancaman signifikan bagi industri telekomunikasi lokal.
Analis dari Trimegah Sekuritas, Richardson Raymond dan Sabrina, menyoroti bahwa pasar utama Starlink lebih cocok untuk segmen korporasi di Indonesia dan bahwa harga layanan internet Starlink masih lebih tinggi dibandingkan dengan penyedia layanan internet lainnya di Tanah Air.
Berdasarkan situs resmi Starlink, biaya layanan di Indonesia dimulai dari Rp 750.000 per bulan dengan harga hardware atau perangkat keras Rp 7,8 juta.
Menurut Richardson dan Sabrina, biaya layanan Starlink tiga kali lebih mahal dari rata-rata pendapatan per pelanggan (ARPU) bisnis fiber to the home (FTTH) sekitar Rp 250.000 per bulan.
“Sebagai gambaran, PDB per kapita per bulan Indonesia Rp 6,25 juta di 2023 dan biaya Rp 750.000 itu mewakili 12% pengeluaran rumah tangga bulanan, yang kami anggap berlebihan. Sebab itu, kami yakin potensi pasar Starlink terutama terletak pada segmen korporasi,” tulis mereka dalam riset 25 April 2024.
Meskipun Starlink menawarkan keunggulan dalam akses internet di wilayah pelosok, Trimegah Sekuritas menilai bahwa layanan tersebut hanya akan menjadi pelengkap konektivitas di daerah-daerah yang sulit dijangkau oleh penyedia layanan lokal.
“Kehadiran Starlink lebih menjadi pelengkap konektivitas fiber, khususnya perdesaan, yang kurang terlayani di mana infrastruktur fiber sulit diterapkan karena medan dan belanja modal yang tinggi,” ungkap mereka.
Starlink, yang dimiliki oleh Space Exploration Technologies Corporation (SpaceX) yang didirikan oleh Elon Musk, telah resmi beroperasi di Indonesia setelah meraih izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Perusahaan tersebut mengantongi izin sebagai peladen layanan internet (ISP) yang bekerja sama dengan penyedia akses jaringan lokal di Indonesia.