Monitorday.com – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengakui terdapat sepuluh persoalan terkait MK yang sudah dilaporkan sejak sidang pemeriksaan pelapor pada Selasa (31/10/2023).
“Jadi yang anda (pelapor) persoalkan hari ini, (pertama), utamanya itu soal hakim tidak mengundurkan diri padahal dalam perkara yang dia punya kepentingan, perkara yang dia punya hubungan keluarga,” kata Jimly dalam Sidang Pemeriksaan Pelapor Pelanggaran Kode Etik Hakim Konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Rabu(1/11/2023).
Kedua menurut dia, hakim konstitusi juga dilaporkan karena berbicara di ruang publik terkait substansi materi perkara yang sedang diperiksa. Dia mengatakan bahwa ketiga, hakim MK juga dilaporkan karena mengungkapkan dissenting opinion atau perbedaan pendapat terkait substansi materi perkara yang sedang diperiksa.
“Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah internal,” ujarnya.
Jimly melanjutkan, keempat, hakim konstitusi juga dianggap melanggar kode etik karena membicarakan permasalahan internal ke pihak luar, sehingga dapat menimbulkan ketidakpercayaan pada MK. Kelima menurut dia, hakim konstitusi juga dilaporkan karena dinilai melanggar prosedur registrasi yang diduga atas perintah hakim MK.
“(Keenam) ada juga (laporan) soal pembentukan MKMK. (Dianggap) lambat padahal sudah di diperintahkan oleh undang-undang,” kata Jimly.
Selanjutnya, ketujuh, hakim konstitusi juga dilaporkan karena mekanisme pengambilan keputusan yang dinilai kacau, dan kedelapan, dianggap dijadikan alat politik praktis.
Jimly mengatakan, kesembilan, hakim konstitusi juga dilaporkan karena terdapat permasalahan internal yang diketahui oleh pihak luar. “Kan nggak boleh yang rahasia kok ketahuan kayak CCTV,” kata Jimly.
Terakhir, hakim konstitusi diduga melakukan kebohongan terkait ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) Perkara Nomor 29-51-55. Jimly menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap Hakim MK bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik pada MK.
Karena itu menurut dia, apabila salah satu hakim MK terbukti melanggar kode etik, hukuman yang akan diberikan berupa hukuman etik, yang bertujuan mendidik dan membuat jera hakim tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Jimly mengatakan MKMK akan mempercepat keputusan pada Selasa (7/11/2023) mendatang, sebagaimana permintaan pelapor pertama. Hal ini untuk menyesuaikan dengan jadwal penetapan capres dan cawapres KPU.
Apabila hakim MK terbukti melanggar kode etik, putusan hakim MK tersebut bisa batal, begitupula pendaftaran capres dan cawapres yang didasarkan pada putusan itu. “Kalau kita tolak (usulan percepatan keputusan), timbul kecurigaan juga kalau kita sengaja berlindung di balik prosedur jadwal (untuk tidak membatalkan putusan MK),” katanya.