Ketika dakwah Islam mulai menyebar di Makkah, Sumayyah dengan tegar dan penuh keberanian memeluk agama Allah SWT. Bersama putranya, Ammar bin Yasir, dan suaminya, Yasir, mereka berdiri teguh dalam iman mereka, meskipun harus menghadapi siksaan yang tak terbayangkan. Sumayyah sendiri, seorang bekas budak, menjadi sasaran penyiksaan yang kejam dari para musuh Islam, yang berusaha keras untuk menghancurkan keyakinan mereka.
Dalam salah satu insiden yang menggambarkan kegigihan Sumayyah, ia diketahui telah menahan siksaan dengan kesabaran luar biasa. Ketika Abu Jahal, salah satu pemimpin musuh Islam, meminta Sumayyah untuk mengingkari agamanya dan Nabi Muhammad SAW, dia dengan tegas menolak untuk melakukannya. Meskipun disiksa dengan kejam, Sumayyah terus menyatakan imannya dengan penuh keyakinan, menyebut kata-kata, “Ahad… Ahad… Allahu Akbar… Allahu Akbar.” Siksaan yang ia alami tak mampu menggoyahkan tekadnya untuk tetap setia pada ajaran Islam.
Kisah Sumayyah menjadi semakin inspiratif ketika ia akhirnya syahid sebagai martir pertama dalam sejarah Islam. Ketabahannya dalam menghadapi penderitaan dan siksaan yang tak manusiawi menunjukkan kekuatan iman yang mengagumkan. Meskipun tubuhnya tertusuk tombak oleh Abu Jahal, Sumayyah tetap tegar hingga detik terakhir, mempertahankan imannya dengan teguh.
Sementara itu, kisah Sumayyah juga menjadi pengingat akan betapa pentingnya kesabaran dalam menghadapi ujian hidup. Ketekunan dan kesetiaannya terhadap agama Islam memberi teladan bagi banyak umat Muslim, menunjukkan betapa pentingnya mempertahankan iman dalam situasi apapun.
Meskipun Sumayyah telah tiada, warisannya tetap hidup dalam sejarah Islam. Perjuangan dan kesetiaannya akan selalu dikenang dan dihormati oleh umat Muslim sebagai inspirasi dalam menghadapi cobaan dan kesulitan dalam hidup mereka. Sumayyah, dengan ketabahannya, telah menandai kekuatan iman yang tak tergoyahkan dan tekad yang tak tergoyahkan, menjadi teladan yang abadi bagi generasi Muslim yang akan datang.