Pada saat Abu Dzar berada di ambang kematian di Rabadzah, tempat yang telah dipilihnya sebagai kediamannya setelah perbedaan pendapat dengan Utsman r.a., dia ditemani oleh seorang wanita kurus yang berkulit merah. Wanita itu adalah Ummu Dzar. Dengan penuh kesedihan, Ummu Dzar duduk sambil menangis, dan Abu Dzar bertanya padanya, “Mengapa kamu menangis, padahal kematian pasti akan datang?”
Ummu Dzar menjawab, “Aku menangis karena saat kamu meninggal, tidak ada kain kafan untukmu.”
Mendengar kata-kata itu, Abu Dzar tersenyum ramah, seolah dia adalah seseorang yang bersiap-siap untuk melakukan perjalanan jauh. Dia berkata, “Jangan menangis! Suatu hari, ketika aku berada di sisi Rasulullah bersama para sahabatnya, aku mendengar beliau bersabda, ‘Pasti ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir yang luas, yang akan disaksikan oleh sekelompok orang yang beriman.'”
Abu Dzar melanjutkan, “Semua orang yang hadir di majlis Rasulullah telah meninggal di kampung halaman mereka dan di tengah jama’ah kaum Muslimin. Tidak ada lagi yang hidup di antara mereka, kecuali aku. Sekarang, aku berhadapan dengan kematian di padang pasir ini. Mungkin saja orang-orang yang beriman itu sudah datang. Demi Allah, aku tidak berbohong dan aku juga tidak dibohongi!”
Tak lama setelah itu, ruh Abu Dzar kembali kepada Allah, dan segera setelah itu datanglah sebuah kafilah yang bergegas melintasi padang pasir. Mereka dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud, sahabat Rasulullah SAW. Seperti mereka tahu bahwa ada saudara seiman mereka yang berada di ambang kematian. Air mata mereka pun mengalir deras. Di depan jenazah yang suci itu, mereka mengucapkan, “Benar kata-kata Rasulullah. Kalian hidup sebagai individu, mati sebagai individu, dan akan dibangkitkan sebagai individu!” []