News
Prof Rokhmin: Syarat Kalbar Berdaulat di Pangan
Published
6 months agoon
By
Natsir AmirMonitorday.com – Kalimantan Barat memiliki luas lahan yang cukup besar dan subur untuk pertanian. Berbagai jenis tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai, dan sayuran dapat tumbuh dengan baik di wilayah ini. Selain itu, potensi perikanan dari sungai-sungai besar seperti Sungai Kapuas juga merupakan sumber daya yang dapat dimanfaatkan.
Demikian pandangan Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Prof Rokhmin Dahuri yang melukiskan Kalimantan Barat layaknya penggalan surga yang jatuh di bumi nusantara dengan segala sumber daya alam yang di milikinya.
Hal ini disampaikan Prof Rokhmin di Focus Group Discussion “Disemninasi Gerakan Konsumsi Pangan Lokal” Dinas Ketahanan Pangan, Pemprov, Kalimantan Barat, Pontianak, Kalimantan Barat, 17 Mei 2024.
Guru Besar IPB University ini pun mengawali dengan pantun, Dari Kapuas Hulu hujannya lebat, Sampai Sekayam hujannya gerimis, Bahagia rasanya di Kalimantan Barat, Negerinya tentram, makmur dan harmonis.
” Harus pantun-pantun dulu jika ke Kalbar, tapi saya Bahagia sekali bisa Bersama dengan seluruh Pemprov Kalbar yang sholeh, sholeha, pintar-pintar, baik-baik semua,” ujar Ketua Dulur Cirebonan.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini mengatakan masyarakat Kalbar harus bersyukur kepada Allah SWT bahwasanya daerah ini dianugerahi iklim tropis yang mendukung pertumbuhan tanaman sepanjang tahun. Curah hujan yang relatif tinggi dan suhu yang hangat sepanjang tahun menciptakan kondisi ideal untuk pertanian.
Artinya, Kalbar benar-benar bisa berdaulat dan mandiri, bahkan menjadi surganya pangan dunia.
Bandingkan dengan sejumlah negara di luar sana, Krisis pangan global akibat konflik, permasalahan ekonomi, perubahan iklim ekstrem, dan tingginya harga pupuk melanda berbagai negara pada 2023. Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP) mencatat, lebih dari 333 juta orang di 78 negara menghadapi kerawanan pangan tingkat akut. Jumlah itu meningkat hampir 200 juta orang dibandingkan dengan tingkat kerawanan pangan sebelum pandemi Covid-19.
Menurut WFP, krisis pangan ini disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang mematikan. Konflik masih menjadi penyebab kelaparan terbesar. Sebanyak 70 persen orang di dunia yang menderita kelaparan tinggal di wilayah terdampak perang dan kekerasan. Krisis iklim juga menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya kelaparan global. Perubahan iklim ekstrem menghancurkan kehidupan, tanaman dan mata pencarian, serta melemahkan kemampuan masyarakat untuk mencari makan. Selain itu, harga pupuk global meningkat drastis.
Dampak perang di Ukraina mengganggu produksi dan ekspor pupuk global sehingga mengurangi pasokan, menaikkan harga, dan mengancam panen. Harga pupuk yang tinggi dapat mendorong terjadinya krisis ketersediaan pangan, dengan produksi jagung, beras, kedelai, dan gandum semuanya turun pada tahun 2022.
Soekarno dan pangan
Presiden Soekarno pada Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Fakultas Pertanian, IPB di Bogor, 27 April 1952 berujar “Urusan pangan adalah hidup-matinya sebuah bangsa”. Suatu negara dengan penduduk lebih dari 100 juta jiwa tidak mungkin bisa maju, sejahtera, dan berdaulat, bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor
(FAO, 2000). Sektor pertanian/pangan (pertanian, kehutanan, dan perikanan) menyerap sekitar 36% total angkatan kerja (142 juta orang, usia 15 – 64 tahun), dan menyumbangkan sekitar 15% PDB (Kementan,
2022).
Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia, Indonesia sejatinya memiliki potensi sangat besar untuk berdaulat pangan, dan bahkan feeding the world (pengekspor pangan utama).
Peran Kalbar di bidang pangan
Profesor Kehormatan (emeritus) dari Department of International Development Cooperation Shinhan University, Korea Selatan ini pun memaparkan, Kalbar yang dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 00) tepatnya di atas Kota Pontianak. Berbatasan darat langsung dengan Sarawak dan Malaysia di bagian utara, selatan ada laut jawa dan Kalimantan tengah, timur dengan Kaltim dan barat, terdapat laut natuna dan selat karimata.
Kalbar bagi Prof Rokhmin diberkahi dengan pertanian, kehutanan, peternakan, kelutan dan perikanan.
Diketahui, Kalbar menjadi penyedia berbagai produk pangan seperti beras, jagung, dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dengan optimalisasi produksi pertanian dan perikanan, Kalimantan Barat dapat berkontribusi dalam menjaga ketersediaan pangan di tingkat nasional.
Mengutip Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalbar, Florentinus Anum yang menyebutkan realisasi produksi di Kalbar sejak Januari hingga April 2024 sudah mencapai 406.920 ton Gabah Kering Giling (GKG). Terkait target produksi padi di Kalbar selama 2024 sendiri sebanyak 1,06 juta ton GKG. Untuk mencapai target produksi tersebut, kabarnya dilakukan dengan perluasan panen mencapai 346.555 hektare selama 2024.
Kalbar sendiri,mempunyai 5 Top Produsen komoditas hortikultura seperti padi, kelapa sawit, sayuran, buah-buahan dan bawang merah dan bawang putih.
Disampaikan pula, produksi bawang merah dan bawang putih juga cukup signifikan di Kalbar. Tanaman ini umumnya ditanam di lahan-lahan kecil oleh petani-petani lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun regional.
Langkah strategis
Selanjutnya, Prof Rokhmin mengimbau Pemerintah daerah untuk langkah-langkah strategis seperti mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian, seperti irigasi, jalan, dan penyediaan sarana transportasi. Infrastruktur yang memadai akan memudahkan petani dalam mengakses lahan, input pertanian, dan pasar.
Selain itu, pendidikan pertanian harus ditingkatkan baik dalam bentuk formal maupun non-formal. Pelatihan, workshop, dan penyuluhan kepada petani tentang praktik pertanian modern, manajemen usaha tani, dan penerapan teknologi pertanian yang tepat perlu diberikan secara berkala.
Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti sistem irigasi tetes, penanaman berbasis pola tanam yang sesuai dengan karakteristik lahan, dan pemupukan yang tepat sasaran, dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian di Kalimantan Barat.
Pemprov juga dapat membantu petani dalam mengakses pasar yang lebih luas dan memberikan dukungan dalam pengembangan nilai tambah produk pertanian, misalnya dengan membantu dalam proses pengolahan, pemasaran, dan sertifikasi produk.
Melalui program-program pemberdayaan petani, seperti penyediaan modal usaha, pendampingan teknis, dan pembentukan koperasi atau kelompok tani, petani dapat lebih mandiri dan mampu mengelola usaha pertaniannya dengan baik.
Kehutanan
Anggota DPR RI terpilih Dapil 8 Jabar dari PDIP ini menuturkan, Kalimantan Barat memiliki kawasan hutan seluas 8.389.600 ha atau mencapai 57,14% dari jumlah total luas wilayah Provinsi ± 14.680.790 ha. Hutan dengan luasan yang cukup besar dan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat. Dimana kawasan hutan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut tidak hanya sekedar butuh energi yang besar, namun juga perlu anggaran yang tidak sedikit.
Untuk itu, pemprov tidak bisa sendiri menangani soal luasnya hutan, namun perlu melibatkan masyarkat agar pemulihan perekonomian di daerah melalui mekanisme Padat Karya, bantuan sarana produksi, atau bantuan bibit.
Sejumlah upaya seperti pemberdayaan masyarakat dan perhutanan sosial, operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, perlindungan dan pengamanan hutan, pengembangan perbenihan tanaman hutan, hingga penyuluhan kehutanan dan kegiatan strategis lainnya jeatinya menjadi concern sehingga
kebermanfaatan hutan sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat Kalbar sendiri.
Perlu disadari, tantangan ke depan tidaklah mudah. Obyektivitas dalam mengambil kebijakan dari setiap masalah dan membangun artikulasi penyelesaian masalah merupakan pijakan kolaborasi yang sangat penting dalam pengelolaan sumber daya hutan menyeluruh dan berkesinambungan.
” Sekali lagi kolaborasi, tidak boleh sendiri-sendiri,” pesan Prof Rokhmin.
Peternakan
Dewan Pakar ICMI ini menerangkan bahwa populasi ternak di Kalbar terdapat ayam ras pedaging mencapai 43.615.680, Ayam Buras (6.166.67), Ayam Ras Petelur (2.840.105), Itik/ Itik Manila (531.38), Kambing (113.809), Babi (75.180) Sapi (73.733), Kerbau (998), Domba (217) dan Sapi Perah (21).
Pada 2023, Populasi Ternak di Kalbar didominasi oleh AyamRas Pedaging, Ayam Buras, dan Ayam Ras Petelur
Melihat data-data diatas menjadi kabar baik, kendati demikian, Prof Rokhmin mengimbau agar ada langkah-langkah komprehensif untuk mengoptimalkan hasil peternakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Kebijakan bisa denan mendorong penggunaan teknologi pertanian yang modern dan ramah lingkungan dalam peternakan, seperti sistem pengelolaan sampah organik, penggunaan energi terbarukan, dan penggunaan sensor untuk pemantauan kesehatan ternak, mendorong diversifikasi produk ternak, seperti pengembangan produk susu olahan, daging olahan, dan produk-produk turunan lainnya.
Lebih urgen lagi, membangun atau memperluas pasar ternak lokal untuk memudahkan peternak dalam pemasaran produk-produk ternak mereka. Ini bisa melalui pembangunan fasilitas pasar ternak modern, pelatihan pemasaran, dan promosi produk.
Pemprov Kalbar, minta Prof Rokhmin, agar memperhatikan kemitraan dengan sektor swasta.
” Kita dorong kemitraan antara peternak lokal dengan perusahaan swasta, baik dalam hal pembiayaan, pemasaran, maupun pengembangan teknologi. Ikhtiar ini bisa membantu meningkatkan akses peternak terhadap sumber daya dan pasar,” pesan Prof Rokhmin.
Perikanan dan Kelautan
Provinsi Kalbar memiliki potensi laut dan perikanan yang sangat besar karena memiliki wilayah yang sangat luas. Luas areal perairan Kalbar sampai Laut Cina Selatan seluas 26.000 km persegi, meliputi 2.004.000 hektare perairan umum, 26.700 hektare perairan budi daya tambak, dan 15.500 hektare laut. Dengan luasnya perairan umum itu potensi ikan di wilayah Kalbar mencapai 1 juta ton setiap tahun. Garis pantai tersebut melewati beberapa kabupaten di Kalbar yang memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar.
Bicara soal perikanan dan kelautan,Prof Rokhmin juga meminta semua stakeholder agar bersinergi mengoptimalkan ektor perikanandan kelautan mengingat dampaknya sangat dirasakan masyarakat.
Pemprov Kalbar, perlu melakukan identifikasi dan mengelola zona penangkapan, menetapkan kuota penangkapan yang sesuai, dan melaksanakan praktik penangkapan yang berkelanjutan. Mendorong pengembangan budidaya perikanan seperti budidaya ikan air tawar, budidaya udang, dan budidaya keramba ikan di perairan darat. Ini akan membantu meningkatkan produksi perikanan secara terkontrol dan berkelanjutan.
Fokus poin juga menyasar pada pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pelatihan dan pendampingan dalam hal manajemen perikanan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya perikanan lokal, dan pengembangan usaha perikanan skala kecil yang berkelanjutan.
Diperlukan juga untuk membangun atau meningkatkan infrastruktur perikanan seperti pelabuhan perikanan, tempat penyimpanan dan pengolahan ikan, serta fasilitas pemasaran. Infrastruktur yang baik akan membantu meningkatkan efisiensi penangkapan, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan.
Faktor lain yang seringkali tak menjadi atensi, Pemprov sejatinya mendorong penerapan teknologi perikanan yang modern, seperti penggunaan jaring insang, sistem penangkapan ikan yang ramah lingkungan, dan teknologi pemantauan dan manajemen perikanan yang berbasis sensor.
” Jika komponen-komponen penting sudah dilakukan, maka pengembangan potensi ekowisata perikanan dan kelautan di Kalimantan Barat untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal sambil menjaga kelestarian sumber daya laut dan pesisir bisa terwujud,” tandas Prof Rokhmin.
” Saya juga berharap adanya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat, dan sektor swasta dalam pengembangan dan implementasi program-program perikanan dan kelautan yang berkelanjutan.
“Pooin terakhir, pengawasan yang ketat terhadap pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air dan limbah industri, yang dapat merusak ekosistem laut dan mengganggu produktivitas perikanan,” kata Prof Rokhmin.