Connect with us

News

Tanggapi Pihak Tak Percaya Survei, Denny JA: Mereka Ingin Jaga Semangat Pendukungnya

Mutia Tri Maharani

Published

on

Monitorday.com – Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny Januar Ali atau yang akrab disapa Denny JA menyebut bahwa orang-orang yang mengaku tidak percaya survei adalah pihak yang sebenarnya kalah secara survei, sehingga ada upaya untuk menjaga semangat para pendukungnya.

“Ini bagian dari pola-pola politik yang umum bahwa memang tim yang kalah dalam survei mereka ingin menjaga semangat pendukungnya, dan tak ada lain. Cara yang dikatakan adalah hasil survei itu manipulasi,” kata Denny dalam unggahan video di akun instagram pribadinya, dilihat Jumat (15/12).

Hal tersebut dikatakan Denny menanggapi fenomena adanya beberapa pihak yang mengaku tidak percaya terhadap hasil survei. Di mana mayoritas lembaga survei menyebut bahwa pasangan Prabowo-Gibran berada di posisi teratas, dengan selisih jauh dibanding dua paslon lain.

Padahal, kata Denny, lembaga survei yang dibesutnya telah berpengalaman bertahun-tahun dalam survei politik. Dia mengaku bahwa sejak dulu memang karap mendapat tudingan memanipulasi hasil survei, namun tudingan itu salah, karena hasil survei LSI Denny JA selalu akurat dengan hasil pemilu resmi di KPU.

“Beberapa kali juga saya mengalami ini, tapi sekali lagi sejak tahun 2004, 2009, 2014, 2015 empat kali berturut-turut, prediksi survei saja itu terbukti akurat, sesuai dengan hasil KPU,” ungkapnya.

Karena itu, menurut Denny, selain untuk menjaga semangat para pendukungnya, juga dalam rangka melegitimasi hasil survei tersebut agar tidak meluas ke masyarakat.

“Mereka pun tak ingin hasil survei ini meluas dan akibatnya melakukan serangan balik yang kita sebut Kill the Messenger. Maka lembaga survei itu lah yang dicari cara untuk diburukan, dikurang legitimasinya,” jelasnya.

Lebih lanjut, Denny mengatakan bahwa orang-orang tersebut merupakan cerminan dari kultur politik di Indonesia, di mana masih banyak yang belum bisa menerima kritik maupun menerima kekalahan.

“Kultur politik yang masih susah sekali menerima kritik, yang masih susah sekali menerima kekalahan. Akibatnya ketika wajah kita muncul di cermin, dan itu bukan wajah yang kita inginkan, cerminnya yang dipecah,” tandasnya.

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *