Connect with us

News

TKN: Prabowo-Gibran Fokus pada Keberlanjutan Hilirisasi dan Transformasi Ekonomi

Ayu Ashari

Published

on

Monitorday.com- Keberlanjutan kebijakan hilirisasi yang telah dilaksanakan pemerintahan Jokowi menjadi salah satu poin utama Cawapres Gibran Rakabuming Raka kala menyampaikan visi-misi dalam rangkaian debat kedua Pilpres 2024 yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Jumat, 22 Desember 2023. Bahkan dalam dokumen visi-misi Prabowo-Gibran yang diserahkan ke KPU setebal 88 halaman menyebutkan kata “hilirisasi” sebanyak 18 kali, menegaskan dampak penting hilirisasi tidak hanya terkait peningkatan kesejahteraan masyarakat tapi penegasan Indonesia sebagai negara maju dan berdaulat.

Secara sederhana hilirisasi dapat dipahami sebagai proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi atau barang siap pakai. Dengan fakta Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) di sektor pertambangan, kehutanan, kelautan, perkebunan, pertanian dan perikanan tentu hilirisasi menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan. Peluang ini berkaitan dengan potensi pertambangan yang menurut data Departemen Energi Amerika Serikat pada 2022, cadangan batu bara Indonesia mencapai 24 miliar ton atau setara dengan dua persen cadangan total batu bara dunia, cadangan bauksit 3.286 juta ton, cadangan nikel 9.422 juta ton, dan cadangan emas 2.600 ton.

Sementara potensi hutan Indonesia menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2019, luas hutan Indonesia mencapai 92 juta hektar dengan segala potensi keragaman flora dan fauna di dalamnya serta menyimpan emisi karbon yang mempengaruhi perubahan iklim global. Kemudian jika kita melihat data terkait laut, Indonesia memiliki luas lautan 3.257.357 kilometer persegi dengan garis pantai pantai mencapai 99.083 km dengan potensi perikanan, garam, pasir laut dan biota laut lainnya. Pun potensi perkebunan, seperti sawit, kakao, karet, kopi, dan kelapa adalah komoditas ekspor unggulan di pasar internasional semakin menegaskan Indonesia memiliki kesempatan menjadi negara maju.

Hilirisasi dan industrialisasi secara otomatis akan mampu meningkatkan nilai tambah terhadap hasil SDA, terbukanya jutaan lapangan pekerjaan, dan efek pengganda yang akan mendorong kesejahteraan ekonomi rakyat. Tidak hanya itu, hilirisasi jika dilakukan dengan maksimal akan melahirkan efek pengganda sosial dengan meningkatnya kualitas pendidikan dan kesehatan individu masyarakat demi memastikan terjadinya transfer teknologi pengelolaan SDA yang tepat, meningkatnya kualitas SDM masyarakat lokal, terjaganya lingkungan, dan menjadikan Indonesia sebagai negara maju.

Tantangan Eksternal

Namun di antara terbukanya peluang Indonesia menjadi negara maju melalui hilirisasi dan industrialisasi, terdapat tantangan eksternal yang tidak mudah. Utamanya menyangkut ketidaknyamanan negara-negara maju yang selama ini telah menikmati hasil ekspor SDA dari Indonesia. Khususnya negara Uni Eropa yang berkali-kali mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait keputusan Indonesia dalam menghentikan ekspor bahan baku dari sektor pertambangan.

Misalnya pada akhir 2019 lalu, Indonesia resmi menetapkan kebijakan melarang ekspor bijih nikel ke luar negeri namun oleh Uni Eropa digugat ke WTO yang berdampak pada produk ekspor Indonesia diperangi melalui tindakan anti-dumping baja (stainless steel) atau tindakan berupa pengenaan bea masuk tambahan yang sebelumnya hanya 10 persen, pada 2021 menjadi 21 persen. Ini mengakibatkan pengapalan stainless steel ke Uni Eropa turun dari tahun ke tahun sebagai konsekuensi besarnya biaya masuk yang dibebankan pada Indonesia.

Tidak hanya itu, akibat pelarangan ekspor bijih nikel tersebut Indonesia juga harus menghadapi kampanye hitam Uni Eropa atas isu negatif sawit sebagai tanaman berisiko tinggi deforestasi yang mengakibatkan produk sawit Indonesia tidak laku di pasar Eropa. Hal ini berdampak pada anjloknya harga sawit di dalam negeri yang menyengsarakan banyak pihak, tidak hanya pengusaha sawit yang dikelola oleh negara dan pengusaha melalui perkebunan sawit tapi juga masyarakat petani sawit karena terbatasnya tujuan ekspor dan tingginya pajak yang dibebankan terkait produk sawit Indonesia.

Ekonomi Berdikari

Tujuan utama keberlanjutan hilirisasi dan industrialisasi adalah terwujudnya ekonomi berdikari sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) Indonesia. Mengurangi ketergantungan terhadap negara lain atas keunggulan kompetitif melalui potensi SDA-nya menjadi modal utama yang dimiliki Indonesia menjadi negara maju.

Upaya melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi membutuhkan transformasi ekonomi serta upaya mitigasi dan antisipatif melalui pembangunan pelbagai aspek mulai dari kualitas SDM, penguasaan teknologi, pembangunan infrastruktur, promosi hingga kolaborasi yang melibatkan banyak pihak untuk menarik minat investor dalam dan luar negeri.

Pada misi yang diusung oleh Prabowo-Gibran dalam Asta Cita atau delapan misi yang akan diwujudkan dalam menuju Indonesia Emas 2045 pada poin kelima menegaskan keberlanjutan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri merupakan sebuah harga yang tidak bisa ditawar lagi. Alasannya, ketika Indonesia tidak mampu secara mandiri mampu mengkonversi komoditas dasar bisa berdaya saing tinggi, maka selamanya akan dipandang sebelah mata dan bisa didikte oleh negara lain.

Artinya, ketika hilirisasi dan industrialisasi dilaksanakan pada pelbagai sektor SDA, maka Indonesia akan menghasilkan ekonomi yang terintegrasi karena mampu mengkolaborasian aktivitas hulu yang mencakup eksplorasi dan produksi dengan operasi hilir terkait distribusi penjualan langsung ke konsumen.

Dengan itu, Indonesia tidak hanya menjadi negara penghasil bahan mentah semata tapi mampu menghasilkan produk manufaktur yang berkualitas dan berdaya saing di tataran global. Sehingga secara otomatis ketika Indonesia mampu menguasai sektor hulu dan hilir sekaligus maka akan menciptakan setidaknya 19 juta lapangan pekerjaan yang berkualitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.

Selain itu, dengan asumsi keragaman SDA yang dimiliki dengan keunggulan masing-masing daerah di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara hingga Papua melalui hilirisasi dan industrialisasi akan melahirkan daerah-daerah ekonomi baru. Dampak yang diharapkan adalah pembangunan kembali industri rakyat serta industri strategis yang mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap produk impor serta mampu meningkatkan nilai tambah sebuah produk. Seperti pembangunan smelter untuk produk di sektor pertambangan, pembangunan pabrik pada produk di sektor perkebunan, kehutanan dan perikanan, serta pembiayaan inovatif untuk sektor inovatif (innovative financing) terkait hilirisasi.

Tentu pada upaya mendorong hilirisasi dan industrialisasi ke depan membutuhkan keberanian pemerintah dalam menciptakan iklim birokrasi yang baik, menegakkan kepastian hukum, memantapkan sistem pertahanan dan keamanan, peningkatan kualitas SDM yang unggul, serta penguasaan teknologi demi mewujudkan cita-cita menjadi negara maju ketika Indonesia merayakan peringatan usia yang ke-100 (satu abad) pada 2045.

Sugiat Santoso Sekretaris Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Gerindra Provinsi Sumatera Utara, Koordinator Juru Bicara Tim Kampanye Daerah (TKD) Prabowo-Gibran Provinsi Sumatera Utara

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *