Monitorday.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menegaskan bahwa program Sekolah Rakyat adalah inisiatif yang sepenuhnya berada di bawah wewenang Kementerian Sosial (Kemensos), termasuk dalam hal anggaran dan kebijakan teknis.
Namun, Kementerian Pendidikan tetap terlibat dalam penyusunan sistem pendidikan dan rekrutmen guru, dengan fokus utama pada anak-anak yang putus sekolah.
Mu’ti menjelaskan, Sekolah Rakyat dirancang untuk memberikan pendidikan yang fleksibel bagi anak-anak dari keluarga pra-sejahtera yang tidak terdaftar dalam sistem pendidikan formal.
“Sekolah Rakyat akan berfokus pada anak putus sekolah dengan sistem yang lebih adaptif. Siswa bisa masuk kapan saja dan menyelesaikan pendidikan sesuai dengan pencapaian pribadi mereka, bukan terikat pada tahun ajaran,” ujar Mu’ti, Selasa (15/4/2025).
Mu’ti juga menjelaskan bahwa para guru di Sekolah Rakyat akan direkrut dengan kontrak kerja individu, dan tidak akan berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Para guru ini harus memenuhi beberapa syarat, antara lain telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG), bersedia mengajar penuh waktu, dan mampu mengajar lebih dari satu mata pelajaran.
“Guru yang dikontrak akan mengajar secara penuh waktu dan hanya di Sekolah Rakyat, tidak terikat oleh status ASN,” tambahnya.
Selain itu, struktur kepemimpinan di Sekolah Rakyat juga akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing wilayah. Dalam beberapa kasus, satu kepala sekolah mungkin akan menangani tiga jenjang pendidikan sekaligus—SD, SMP, dan SMA—dalam satu lokasi, tergantung jumlah siswa yang terdaftar di sekolah tersebut.
Kurikulum Sekolah Rakyat akan berbeda dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah reguler. Dengan pendekatan individual (individual approach), Sekolah Rakyat memungkinkan siswa untuk masuk kapan saja tanpa terikat pada tahun ajaran tertentu.
Sistem yang diterapkan dikenal dengan sebutan multi-entry multi-exit, yang berarti siswa dapat memulai dan menyelesaikan pendidikan mereka sesuai dengan pencapaian pribadi, bukan berdasarkan waktu kelas.
“Yang terpenting adalah siswa bisa belajar dan mengembangkan karakter mereka melalui proses pembelajaran yang lebih fleksibel,” tegas Mu’ti.
Penerimaan siswa untuk Sekolah Rakyat akan dilakukan melalui sistem Dapodik (Data Pokok Pendidikan) yang diintegrasikan dengan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial). Fokus utama penerimaan siswa adalah pada anak-anak dari keluarga pra-sejahtera yang tidak tercatat dalam sistem pendidikan formal.
“Sekolah Rakyat tidak akan menerima anak yang sudah bersekolah. Kami akan fokus pada anak yang terdata sebagai putus sekolah di Dapodik,” jelas Mu’ti.
Untuk tahap awal, daftar nama guru yang akan bertugas di Sekolah Rakyat (dengan sistem by name by address) akan diserahkan pada 24 April 2025. Langkah ini merupakan bagian dari persiapan implementasi kebijakan pendidikan yang inklusif dan lebih merata di seluruh Indonesia.
Dengan adanya Sekolah Rakyat, diharapkan anak-anak dari keluarga kurang mampu yang sebelumnya terpinggirkan dalam sistem pendidikan formal bisa kembali mengakses pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka.